kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Mata Uang di Kawasan Asia Tertunduk di Hadapan Dolar AS


Kamis, 18 Januari 2024 / 07:15 WIB
Mata Uang di Kawasan Asia Tertunduk di Hadapan Dolar AS
ILUSTRASI. Karyawan memperlihatkan mata uang dollar US di money changer Jakarta, Jumat (22/12). /pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/22/12/2023.


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Dolar Amerika Serikat (AS) tampil perkasa di hadapan sejumlah mata uang. Penguatan dolar AS turut menekan mata uang kawasan Asia.

Pelemahan beberapa mata uang di kawasan Asia terpantau masih berlanjut. Mengutip tradingeconomics Rabu (17/1) pukul 17.30 WIB, yen Jepang (JPY) melemah sekitar 0,34% rupiah (IDR) melemah 0,32%, dolar Singapura (SGD) melemah 0,11% dan yuan China melemah tipis 0,03% secara harian terhadap dolar AS.

Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin mengamati, perdagangan tahun baru ini masih memberi sokongan dolar AS untuk menguat. Hal itu seiring dengan beberapa katalis pendorong diantaranya data ketenagakerjaan, inflasi dan pernyataan dari pejabat Fed.

Di sisi lain, banyak kalangan meyakini bahwa Fed akan memulai pelonggaran pada pertemuan Maret 2024 mendatang, karena penilaian perbaharuan data ekonomi yang rilis di Februari dan awal Maret nantinya. Meskipun isu pemangkasan suku bunga akan mulai di bulan Mei.

Baca Juga: Tertekan, Rupiah Jisdor Melemah ke Rp 15.639 Per Dolar AS Pada Rabu (17/1)

Namun beberapa katalis seperti inflasi konsumen Amerika yang naik ke 3,4%, berhasil menepis persentase polling pemangkasan suku bunga dari sebelumnya 80% di Maret, turun ke kisaran 65%-70%. Menurut FedWatch tool dari CME, kondisi ini karena ekspektasi suku bunga masih terbagi-bagi terkait dari data di AS.

Terlebih, Presiden Federal Reserve Bank of Atlanta Raphael Bostic berpendapat bahwa suku bunga harus tetap dipertahankan sampai setidaknya musim panas. Sebanyak 168 basis poin (bps) penurunan diindikasi oleh Fed funds futures. Itu berarti setidaknya 6 penurunan suku bunga dari standar 25 basis poin.

Dengan demikian, Nanang melihat bahwa ada kemungkinan penolakan yang lebih kuat terhadap ekspektasi pelonggaran yang agresif oleh Ketua The Fed Jerome Powell sendiri di beberapa titik. Sehingga tetap menjadi risiko utama yang dihadapi aset berisiko berdenominasi dolar lainnya.

“Dolar diperkirakan akan tetap menguat sampai sinyal pemangkasan suku bunga sangat kuat. Investor akan benar-benar cermati faktor data utama yang memiliki dampak pada perubahan tingkat suku bunga, seperti tenaga kerja, inflasi dan manufaktur,” jelas Nanang kepada Kontan.co.id, Rabu (17/1).

Nanang mengamati, Dolar saat ini tengah berada dalam jalur penguatan dan bertengger di atas level tertinggi 1 bulan di tengah meningkatnya keraguan atas pemangkasan suku bunga lebih awal oleh The Fed. Imbasnya, mata uang kawasan Asia tertunduk lesu di hadapan dolar AS.

Baca Juga: Loyo, Rupiah Spot Ditutup Melemah ke Rp 15.643 Per Dolar AS Pada Hari Ini (17/1)

Bagi mata uang China, data pertumbuhan negara tersebut yang lemah telah memperburuk sentimen. Ekonomi China bergerak melambat dari data terbaru menunjukkan tumbuh sedikit lebih rendah dari estimasi di kuartal keempat.

Rilis Produk Domestik Bruto (PDB) Tiongkok pada kuartal keempat 2023 terpantau tumbuh sedikit lebih rendah dari perkiraan, yaitu sebesar 5,2%.

Kalau mata uang Singapura melemah karena laporan ekspor non minyak yang menyusut di Desember, sebagai dampak penurunan permintaan dari China. Yen Jepang pun melemah karena faktor penguatan dolar, ketika komentar hawkish dari Christopher Waller.

Terlebih lagi sikap Bank of Japan (BOJ) yang pekan depan akan bertemu kemungkinan masih pertahankan kebijakan ultra dovish-nya.

“Suku bunga yang tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama menjadi pertanda buruk bagi mata uang Asia, mengingat hal ini mengurangi daya tarik aset-aset berimbal hasil tinggi yang berisiko tinggi. Sentimen masing-masing negara juga mempengaruhi pelemahan mata uang terkait,” imbuh Nanang.

Nanang menilai, gagasan ini telah menekan mata uang regional selama dua tahun terakhir, dan diperkirakan akan tetap berlaku hingga The Fed memberi sinyal waktu untuk penurunan suku bunga.

Sementara itu, menurut Nanang, rupiah bisa terapresiasi kembali jika Fed memangkas suku bunga. Potensi penguatan rupiah hingga berada di bawah Rp 15.600, apabila ada ruang tekanan menuju Rp 15.480 dan Rp 15.360.

Sebaliknya pelemahan bisa terjadi menuju Rp 15.680 dan Rp 15.720, sinyal bahaya bila penutupan di atas Rp 15.720, maka rupiah bisa menuju Rp 15.840.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×