Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Mata uang Asia takluk di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Prospek suku bunga tinggi The Fed dibarengi kondisi instabilitas domestik membebani mata uang kawasan Asia.
Analis Doo Financial Futures Lukman Leong memaparkan, walau tidak banyak data-data ekonomi, namun sentimen negatif masih menekan mata uang rupiah dan sekeranjang mata uang regional Asia.
Misalnya, Yuan China (CNY) mendekati level terlemah dalam 13 bulan, Won Korea (KRW) juga melemah ke level terendah dalam lebih dari 15 tahun disebabkan oleh kekisruhan politik. Selain itu, Rupee juga mencapai level rekor terendah sepanjang masa.
Baca Juga: Mata Uang Asia Tak Berdaya Menahan Laju Dolar AS, Prospek Tetap Suram
‘’Dolar AS juga masih terus naik dipengaruhi divergensi pada kebijakan bank-bank sentral utama dunia dengan the Fed, juga kekhawatiran mendekati perubahan pemerintahan AS,’’ ujar Lukman kepada Kontan.co.id, Senin (30/12).
Saat ini prospek pemangkasan suku bunga the Fed jauh lebih rendah daripada bank-bank sentral utama dunia lainnya seperti Bank Sentral Eropa (ECB). Hal ini disebabkan oleh ekonomi AS yang masih kuat dan inflasi yang belum kunjung turun mencapai target.
Lukman berujar, meskipun investor fokus pada The Fed untuk memulai siklus pemangkasan suku bunga tahun ini, namun sebenarnya bank sentral utama lain juga melakukan hal yang sama. Belum lagi, apabila faktor tarif Trump diperhitungkan, yang apabila terjadi akan kembali menaikkan inflasi di AS.
Di lain sisi, mata uang asia tertekan prospek ekonomi domestik masing-masing negara. Won Korea tertekan oleh masalah politik seiring berita Perdana Menteri sekaligus Presiden sementara Han Duck-soo telah dimakzulkan akhir pekan lalu.
Baca Juga: Mata Uang Vietnam Jatuh ke Rekor Terendah
KRW juga tertekan persaingan ekonomi di sektor semikonduktor karena timbul kekhawatiran akan kehilangan dominasi kepada Taiwan dan China. Sektor otomotif China seperti BYD dipandang mengancam produsen Korea seperti Hyundai.
Sementara itu, Yuan China sangat jelas tertekan dolar AS oleh kekhawatiran tarif 2.0 Trump. Pemerintah China pun dikabarkan berencana membiarkan Yuan melemah lebih lanjut tahun depan. Ekonomi domestik China sendiri juga memang masih belum sekuat yang diharapkan.
Lukman melanjutkan, Bank of Japan (BoJ) yang mungkin satu-satunya bank sentral akan mengerek suku bunga, namun langkah pengetatan moneter tidak akan berjalan mudah. Sebab, Perdana Menteri Jepang Ishiba memiliki pandangan yang lebih condong menentang pengetatan moneter.
Dari tanah air, ekonomi domestik yang belum solid turut membebani nilai tukar Rupiah. Ditambah lagi, adanya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% akan berlaku mulai awal 2025 yang berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Baca Juga: Kurs Rupiah Menguat ke Rp 16.180 Per Dolar AS, Senin (30/12) Pagi
Lukman bilang, Rupiah tertekan juga oleh faktor yang sama dengan mata uang lainnya yaitu kekuatan dolar AS. Selain itu, nilai tukar tergerus harga-harga komoditas yang lebih rendah, seperti batubara, nikel, kecuali minyak sawit mentah (CPO) yang masih tinggi.
‘’Rupiah seperti halnya mata uang asia lainnya masih akan tertekan, dan kemungkinan akan di rentang harga Rp 16.000 – Rp 16.500 per dolar AS di awal 2025,’’ sebut Lukman.
Selanjutnya: Apple Akan Membeli Chip yang Diproduksi TSMC di AS Mulai Paruh Kedua Tahun 2025
Menarik Dibaca: Katalog Promo Alfamidi Hemat Satu Pekan Periode 30 Desember 2024-5 Januari 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News