Reporter: Nadya Zahira | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mata uang Asia melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam sepekan ini. Mengutip Bloomberg, pada perdagangan Rabu (22/5) sebelum libur panjang, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat tipis 0,02% ke level Rp 15.995 per dolar AS.
Dalam sepekan, rupiah juga menguat tipis sebesar 0,14% dari penutupan pekan lalu di Rp 15.978 per dolar AS. Sedangkan yen Jepang, dalam sepekan turun tipis 0,03% ke 156,95 yen per dolar AS. Adapun dolar Singapura, dalam sepekan naik 0,10% ke SGD 1,3500 per dolar AS.
Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong mengatakan, mata uang Asia sejatinya tertekan pada pekan ini, sentimen utamanya datang dari kekhawatiran baru tentang suku bunga acuan the Fed yang tinggi.
Menurutnya, ekspektasi terhadap suku bunga acuan the Fed yang ditahan lebih lama, justru menjadi sentimen negatif bagi rupiah dan mata uang Asia lainnya terhadap dolar AS.
Baca Juga: Narasi Suku Bunga Meningkat Lagi, Mata Uang Utama Tunduk di Hadapan Dolar AS
Namun, Lukam menuturkan bahwa sentimen keseluruhan mata uang Asia tentunya juga akan dipengaruhi oleh perkembangan di China, terutama harapan pada stimulus ekonomi yang terus digelontorkan pemerintah China.
“Hal ini diprediksi akan berimbas positif bagi mata uang Asia, tetapi masih belum cukup untuk menahan sentimen utama dari AS,” kata Lukman kepada Kontan.co.id, Kamis (23/5).
Lebih lanjut, Lukman menuturkan bahwa menurut survei investor dan trader, The Fed memang belum berencana memangkas suku bunga paling tidak hingga Juni - September 2024. Namun, pasar sudah mulai mengantisipasi dengan melepas dolar AS.
Selain itu, dia mengatakan sentimen lainnya datang dari mata uang terutama emerging yang selama ini tertekan, akan berbalik menguat hingga pada suatu saat bank sentral emerging market juga ikut menurunkan suku bunga.
"Namun ada beberapa mata uang yang mungkin akan berbeda, seperti China Yuan yang mata uang mereka lebih merespons pertumbuhan ekonomi dan global,“ kata dia.
Sedangkan untuk dolar Singapura, Lukman bilang, mereka menganut sistem manage float yang nilai tukarnya akan di atur sedemikian rupa untuk mencapai target inflasi.
Namun, untuk nilai tukar mata uang Asia lainnya, dia mengatakan bahwa secara umum lebih ditentukan oleh kebijakan The Fed.
Lukman pun memprediksi, pada akhir tahun 2024 mata uang Asia akan menguat, di mana rupiah diperkirakan bisa kembali di bawah Rp 15.000 - Rp 14.500 per dolar AS, SGD 1,3-1,32 per dolar AS, MYR 4,4-4,5 per dolar AS, THB 32-35 per dolar AS, JPY 140-142 per dolar AS, dan CNY 7,0-7,1 per dolar AS.
Baca Juga: Bunga Tinggi The Fed Akan Bertahan Lebih Lama, Dolar AS Tekuk Mata Uang Utama
“Sedangkan pada pekan depan, Senin (27/5) saya melihat mata uang Asia akan ikut menguat seperti halnya dengan rupiah,” kata dia.
Selaras dengan hal ini, Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, sepanjang pekan ini, pergerakan mata uang regional Asia cenderung melemah terhadap dollar AS karena penguatan dolar yang cukup signifikan.
“Jadi sangat wajar dalam pekan ini mata uang Asia rata-rata melemah,” kata dia.
Pasalnya, Ibrahim menyebutkan bahwa mata uang Euro atau EUR/USD juga mengalami penurunan yang cukup signifikan, karena penguatan dolar yang cukup tajam sehingga mempengaruhi pelemahan mata uang tersebut.
“Jadi pada intinya bahwa mata uang yang melawan dolar pasti berhubungan dengan ekonomi di Amerika dan Tiongkok. Dua ekonomi terbesar ini yang mempengaruhi fluktuasi mata Asia saat ini,” kata Ibrahim kepada Kontan.co.id, Jumat (24/5).
Untuk itu, dia memproyeksi, mata uang Asia pada perdagangan pekan depan, Senin (27/5) masih akan mengalami pelemahan, namun bergerak fluktuatif.
Ibrahim memprediksi, pada Senin (27/5) EUR/USD kemungkinan akan melemah di kisaran 1,0779 euro per dolar AS, kemudian poundsterling USD juga masih akan melemah di posisi 1,26 pound per dolar AS.
Kemudian, USD/JPY diprediksi masih akan mengalami pelemahan di level 155,69 per dolar AS, pada Senin (27/5).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News