kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.202   22,00   0,14%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Mari berburu hunian jangkung di Kota Hujan!


Rabu, 20 Maret 2013 / 09:00 WIB
Mari berburu hunian jangkung di Kota Hujan!
ILUSTRASI. Ilustrasi harga emas siang ini di Pegadaian, Selasa 26 Oktober 202. ANTARA FOTO/FB Anggoro/foc.


Reporter: Ruisa Khoiriyah, Christine Novita Nababan | Editor: Ruisa Khoiriyah

JAKARTA. Sekitar dua dekade hingga tiga dekade silam, mungkin, mayoritas dari kita hanya menyaksikan kehidupan di rumah jangkung seperti apartemen lewat tayangan televisi saja; utamanya serial televisi mancanegara. Boleh jadi, ketika itu, Anda melihat sembari sedikit membatin, “Seperti apa rasanya, ya, tinggal dan beraktivitas layaknya keluarga di “rumah” tanpa halaman, beranda, taman, dan pagar?”

Sudah tembok di mana-mana, penghuni apartemen jarang ngobrol dengan tetangga samping atau depan rumah. Selain itu, tidak ada lantunan suara tukang sayur atau penjual ketoprak yang lewat di depan rumah. Sepertinya, kok, tidak terasa seperti rumah, ya?

Ketika itu, tinggal di apartemen, apalagi condominium hotel (kondotel), memang tidak masuk daftar impian orang Indonesia. Ketika orang bermimpi memiliki rumah, yang ada di kepalanya adalah rumah tapak alias landed house. Jarang sekali itu berupa apartemen, apalagi kondotel.

Namun, itu zaman dulu. Hari-hari ini, tinggal dan berumah di apartemen bukan lagi hal baru.  Banyak dari kita, utamanya yang tinggal di perkotaan,  memilih tinggal di apartemen atas nama efisiensi dan kepraktisan.

Lalu lintas padat, transportasi publik buruk, waktu yang keburu habis di jalanan sekadar untuk berangkat ke kantor memang bikin banyak orang frustrasi. Pilihan tinggal di apartemen pun menjadi lebih masuk akal. Ini juga yang menjelaskan mengapa hunian jangkung alias high rise building menjamur di kota-kota besar yang macet bin sumpek.

Pesona pinggiran

Di Jakarta yang sudah penuh sesak, hunian jangkung terus bertumbuh dari waktu ke waktu; utamanya yang menyasar pasar menengah ke atas. Para pengembang properti seakan tak pernah kehabisan akal untuk menawarkan produk baru di tengah kondisi Ibukota yang sudah padat.

Meski demikian, beberapa tahun belakangan, para pengembang properti juga giat melebarkan sayap ke daerah pinggiran Jakarta. Jika dulu daerah penyangga Ibukota menjadi sasaran pengembangan proyek-proyek rumah tapak, akhir-akhir ini, proyek hunian gedung tinggi juga bermunculan di sana. Tangerang, Bekasi, Depok, dan Bogor; daerah-daerah penyangga Ibukota itu menjadi alat pencetak untung baru para pengembang hunian jangkung.

Ada setumpuk alasan yang mendorong para pengembang giat menggarap pasar apartemen di pinggiran Jakarta. Yang pasti, harga tanah di sana masih murah. Ini memungkinkan para pengembang menjual unit apartemen dan kondotel dengan harga yang lebih murah ketimbang harga apartemen dan kondotel di pusat kota Jakarta.

Konsultan properti Coldwell Banker Commercial, Research and Consultancy, pernah merilis data, harga rata-rata apartemen di pusat bisnis atau central business district (CBD) Jakarta pada akhir tahun 2012 lalu  mencapai Rp 25,27 juta per meter persegi (m²). Harga itu melejit 46,1% dalam setahun terakhir. Sedangkan harga jual apartemen di luar CBD berkisar Rp 15,16 juta per m². Kenaikan harganya tak kalah cantik, yaitu mencapai 45% dalam setahun.

Bagaimana dengan daerah pinggiran? Harga tanah di wilayah Tangerang seperti Serpong, memang sudah cukup tinggi, yakni di kisaran Rp 10 juta hingga Rp 20 juta per m². Tapi, harga tanah bisa lebih murah di daerah pinggiran yang “belum jadi” alias belum digarap sebagai sebuah kawasan mandiri.

Jika kita menengok kawasan Bogor, harga tanah di sana masih tertinggal. Di kawasan Sentul City, misalnya, harga tanah masih berada di kisaran Rp 3 juta hingga Rp 6 juta per m². Rata-rata, harga tanah naik 30% per tahun di kawasan ini.

Melihat fakta itu, bukan hal yang aneh jika proyek high rise building di daerah pinggiran Jakarta makin semarak. Sudah harga tanah masih murah, pasar tengah berkembang, dan prospek pun menantang.

Saat ini, apartemen dan kondotel tak lagi melulu diburu oleh para pekerja Ibukota yang mencari kepraktisan tempat tinggal. Setiap apartemen dan kondotel di pinggiran Jakarta punya magnet masing-masing. Di Depok, misalnya, apartemen tipe studio yang menyasar pegiat kampus laris manis. Maklum, di kota itu bercokol beberapa universitas ternama.

Cikarang, Bekasi, dan Tangerang juga mulai semarak oleh kehadiran proyek apartemen maupun kondotel. Para pengembang menyasar para ekspatriat yang bekerja di kawasan industri itu.

Apartemen dan kondotel menjadi pilihan karena harga rumah tapak di kawasan pinggiran semakin melangit. “Akhirnya, tercipta pasar juga untuk apartemen dan kondotel di kawasan pinggiran,” ujar Meyriana Kesuma, Manager Research Coldwell Banker Commercial, Research & Consultancy.

Banjir proyek di Kota Hujan


Di antara daerah-daerah pinggiran Jakarta itu, kali ini, kita akan khusus mencermati geliat di Kota Hujan, Bogor. Pasalnya, banyak pengembang tengah getol menggarap hunian jangkung di sana.

Laju ekonomi yang cukup cepat menjadi salah satu daya tarik Bogor. Roda ekonomi Bogor berderap disokong laju industri pertanian, perkebunan, pendidikan, hingga wisata kuliner, mode, wisata sejarah, dan wisata alam.

Hal menarik lainnya, sekarang, Bogor semakin dikenal sebagai kawasan meetings, incentives, conventions, and exhibitions ( MICE ). Maklumlah, kawasan yang nyaris setiap hari diguyur hujan itu, memiliki banyak tempat tujuan wisata, refreshing, dan piknik. Berani bertaruh, mayoritas kantor yang berpusat di Jakarta pernah menggelar pertemuan internal, apakah itu outbound atau office gathering di daerah sejuk ini.

Jangan lupa rumusnya

Melihat tawaran proyek apartemen yang melimpah, Anda, para investor, pasti bertanya-tanya. Bagaimana, ya, prospeknya di masa mendatang?
Menurut Meyriana, prospek pasar apartemen dan kondotel masih cerah. Sebab, kebutuhan masyarakat akan hunian yang praktis dengan harga terjangkau terus meningkat. Apalagi, rumah tapak dengan harga terjangkau kian langka.

Apartemen dan kondotel di pinggiran yang harganya kini masih membumi bisa menjadi investasi yang bagus di masa depan. Secara teori, ketika Jakarta telah penuh sesak, arus permintaan hunian akan terus bergeser ke daerah sekitar.

Membeli ketika demand masih belum memuncak akan memberikan potensi return besar ke depan. “Mau ditinggali atau untuk disewakan, properti adalah instrumen investasi yang menjanjikan,” imbuh Anton Sitorus, konsultan properti Jones Lang LaSalle.

Khusus untuk properti apartemen dan kondotel di pinggiran Jakarta, Anton memberi kredit tersendiri. “Itu investasi menggiurkan mengingat tidak banyak hunian eksklusif di wilayah itu,” kata dia. Ditambah lagi, para pengembang masih membanderol produk di kawasan ini dengan harga relatif murah.

Hanya saja, Anton mengingatkan, setiap berinvestasi di unit properti, baik rumah maupun apartemen, calon investor harus tetap mencermati beberapa faktor utama.

Pertama, lokasi dan akses. Lokasi yang berdekatan dengan akses jalan tol tentu lebih bernilai. Kedua, melihat lingkungan di sekitar lokasi. Jika lingkungan sekitar masih sepi dan tak terlihat ada gelagat kegiatan ekonomi atau bisnis, tentu, kurang layak dilirik.
Ketiga, keramaian kawasan. Pengembang bisa saja mengklaim lokasi propertinya sangat strategi dan bernilai ekonomi tinggi di dalam iklan.

Namun,  Anda tetap harus turun langsung untuk melihat kanan kiri. Adakah benar klaim itu atau sekadar iklan kecap saja?
Meyriana menambahkan, khusus untuk investasi di kondotel, meski prospek menarik, investor harus jeli melihat operatornya juga. “Kondotel termasuk baru, saya mendengar, banyak operator kondotel yang pusing mengurus proyeknya karena jumlah pemilik unit banyak,” kata dia.

Sebagaimana kita tahu, konsep apartemen dan kondotel memang sedikit  berbeda. Apartemen umumnya dijual tanpa perabot (non-furnished). Pembelinya pun bebas mengelolanya. Entah tinggal di situ atau menyewakan ke pihak lain.

Adapun kondotel, biasanya ditawarkan dalam kondisi fully-furnished. Begitu kita membeli, unit kondotel langsung dikelola oleh manajemen atau operator  yang ditunjuk oleh si pengembang. Dengan konsep itu, pembeli kondotel kebanyakan memang berniat untuk investasi.

Agar memberikan gambaran lebih lengkap, simak ulasan KONTAN tentang beberapa proyek apartemen-kondotel di kawasan Bogor di Tabloid KONTAN edisi 18-24 Maret 2013.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×