Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laju harga batubara masih belum terhentikan. Harga batubara ICE Newcastle sudah berada di level US$ 176,55 per ton pada Rabu (15/9), yang merupakan harga tertinggi tahun ini. Harga ini sudah melesat 121,93% % dari harga akhir tahun 2020 di level US$ 79,55 per ton.
Kenaikan harga batubara ini menjadi momok tersendiri bagi sejumlah emiten yang menggunakan batubara sebagai sumber bahan bakar, sebut saja emiten tambang nikel seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO), dan emiten semen seperti PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), dan PT Semen Baturaja Tbk (SMBR).
Kepala Riset Yuanta Sekuritas Chandra Pasaribu menilai, realisasi margin emiten pasti akan tergerus apabila tidak disertai dengan kenaikan harga jual. Untuk industri semen, Chandra menyebut eksposur terhadap batubara cukup tinggi, yakni berkontribusi sekitar 30-40% terhadap total biaya.
Chandra melanjutkan, sejumlah emiten semen seperti INTP menerapkan strategi penggunaan energi alternatif untuk meminimalkan kenaikan harga batubara. Meski demikian, penggunaan energi alternatif tersebut tidak sepenuhnya menggantikan batubara.
Baca Juga: Harga nikel kembali menguat, berikut rekomendasi saham Vale Indonesia (INCO)
“Mungkin sekitar 5%-10% biaya (cost) yang mungkin disubstitusikan dengan batubara,” terang Chandra kepada Kontan.co.id, Kamis (16/9).
Untuk itu, emiten semen dinilai perlu mempertimbangkan kenaikan harga, yang mungkin sulit dilakukan karena industri semen saat ini masih dalam keadaan kelebihan pasokan (oversupply). “Maka jalan keluarnya adalah tidak menaikkan harga sehingga margin berkurang,” terang dia.
Senada, analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Mimi Halimin menilai, melajunya harga batubara global membawa kekhawatiran pada margin profitabilitas INTP. Meskipun Mimi menilai INTP dapat memitigasi kenaikan harga batubara dengan melakukan efisiensi biaya, tetap saja Mimi memperkirakan margin kotor INTP tahun ini akan menurun dari tahun lalu.
Sebagai perbandingan, harga rata-rata batubara pada tahun 2020 relatif rendah, terutama pada kuartal III-2020 tahun lalu. Alhasil, Mirae Asset Sekuritas merevisi perkiraan margin profitabilitas INTP.
Baca Juga: Simak rekomendasi saham Matahari Putra Prima (MPPA) dari CGS CIMB Sekuritas
Mimi memperkirakan margin kotor INTP tahun ini akan berada di angka 34,6%, menurun dari margin tahun lalu di angka 36,1%. Mimi merekomendasikan beli saham INTP dengan target harga Rp 12.600.
Di sisi lain, Chandra mengiyakan kenaikan harga batubara disebabkan adanya kenaikan permintaan seiring pulihnya perekonomian dunia. Pada dasarnya, batubara banyak digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik dan dalam peleburan besi. Sekitar 2 per 3 batubara dunia digunakan sebagai pembangkit listrik.
Dengan bergeraknya ekonomi di Asia seperti China, India, dan Asia Tenggara, tentunya hal ini mendorong kenaikan permintaan listrik/energi. “Ditambah pula ada permasalahan geopolitik antara China dan Australia, sehingga menghambat perdagangan batubara global dan mengakibatkan kenaikan harga,” sambung dia.
Akan tetapi, batubara juga menghadapi sejumlah sentimen, seperti permasalahan polusi dan komitmen Negara-negara maju untuk mengurangi penggunaan batubara dalam pembangkit listrik serta beralih ke energi hijau.
Jika Negara-negara maju konsekuen dengan green goal ini, maka dalam jangka panjang harga batubara seharusnya sulit untuk bertahan di tingkat saat ini.
Selanjutnya: Pabrik baterai listrik mulai dibangun, saham INCO akan ikut ketiban berkah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News