Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perkembangan iklim investasi di 2020 diyakini PT Manulife Aset Manajemen Indonesia bakal kondusif dan berangsur membaik. Meskipun begitu, investor tetap harus mewaspadai perkembangan situasi global maupun domestik.
Chief Economist & Investment Strategist Manulife Aset Manajemen Katarina Setiawan menilai berbagai sentimen yang terjadi di 2019 kemungkinan masih akan berlanjut di 2020. Meskipun begitu, perkembangan di tahun ini berpeluang lebih positif.
Katarina menilai prospek negara maju masih cukup baik di 2020, terutama di tengah ekspektasi stabilisasi ekonomi dan perbaikan aktivitas perdagangan global. Namun, setelah pasar saham negara maju mencatat kinerja yang tinggi di 2019 (indeks S&P 500 Amerika Serikat naik 29% di 2019), pemilihan sektor dan saham harus lebih cermat.
Baca Juga: IHSG ditutup menguat meski terus bergerak di zona merah
Sementara itu, pasar saham kawasan Asia menawarkan valuasi yang lebih atraktif dan potensi pertumbuhan laba yang lebih tinggi di kisaran 10%-12% dibandingkan negara maju yang tumbuh di kisaran 8%-10%. Apalagi, ekspektasi perbaikan aktivitas perdagangan juga dapat menguntungkan kinerja perusahaan di Asia yang merupakan pabrik dunia.
"Kami juga akan terus memonitor perkembangan konflik AS dengan Iran," ujar Katarina dalam keterangan resminya, Jumat (17/1).
Baca Juga: Memasuki awal 2020, Manulife Aset Manajemen sarankan investor evaluasi portofolio
Menurut Katarina, masih terlalu dini untuk memperkirakan dampak dari konflik kedua negara tersebut terhadap kondisi ekonomi. Pasalnya, belum diketahui apakah konflik akan memanas atau mereda dalam waktu dekat. "Apabila konflik tereskalasi, risiko utama terhadap ekonomi adalah kenaikan harga minyak," ungkap Katarina.
Iran berada di selat Hormuz yang merupakan perairan penting dalam logistik industri minyak. Sekitar 21% konsumsi minyak dunia disuplai melalui Selat Hormuz. Minyak merupakan salah satu komponen beban utama bagi perusahaan di beberapa sektor, sehingga kenaikan harga minyak dapat mempengaruhi profitabilitas.
Selain itu kenaikan harga minyak juga dapat berimbas pada inflasi yang merupakan salah satu faktor utama bagi bank sentral global dalam memutuskan tingkat suku bunga.
Dari domestik, Katarina menilai masih banyak faktor yang menghambat ekonomi Indonesia di tahun lalu. Antara lain pelemahan aktivitas perdagangan global dan dari sisi domestik ada periode pemilu yang berdampak pada tertahannya aktivitas investasi. Kinerja pemerintah juga terdampak karena jarak antara pemilu dan pelantikan presiden yang panjang.
Manulife Aset Manajemen memperkirakan iklim ekonomi Indonesia akan berangsur membaik tahun ini. “Kondisi global yang lebih kondusif dapat mendorong minat investasi ke pasar negara berkembang yang juga akan menguntungkan Indonesia,” kata Katarina.
Baca Juga: BNI Asset Management prediksi pasar modal membaik di tahun ini
Di samping itu, ekonomi Indonesia di 2020 bakal mendapat efek positif dari penurunan suku bunga Bank Indonesia tahun lalu. Dampak penurunan suku bunga ke ekonomi biasanya tidak instan dan terjadi secara gradual.
Adapun yang menjadi fokus utama di 2020 adalah reformasi kebijakan pemerintah untuk menarik investasi asing. Kecepatan eksekusi kebijakan reformis seperti revisi UU tenaga kerja, pemotongan pajak pendapatan korporasi, penyederhanaan regulasi/birokrasi diharapkan menjadi katalis ekonomi dan pasar finansial 2020 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing.
Baca Juga: Erick Thohir: Ancaman makanan sehari-hari, apalagi ada Jiwasraya dan Asabri
Selain itu, BI masih punya ruang untuk menurunkan suku bunga acuan. Namun BI tampaknya menargetkan untuk menjaga tingkat suku bunga riil Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara kawasan untuk menjaga daya tarik aset Indonesia.
Oleh karena itu, pergerakan suku bunga ke depan akan bergantung pada tren suku bunga global dan regional. Katarina meyakini kebijakan BI di 2020 masih akan akomodatif, sehingga walaupun tingkat suku bunga tidak turun banyak, BI masih bisa melakukan pelonggaran kebijakan makroprudensial untuk mendorong pertumbuhan kredit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News