Reporter: Ruisa Khoiriyah, Yuwono Triatmodjo, Sandy Baskoro | Editor: Edy Can
Falcon Asia Resources Management bukanlah manajer investasi sekelas Schroder Investment Management Indonesia atau Mandiri Investasi Manajemen. Tapi, dengan bermodal satu produk reksadana campuran, Falcon bisa menjaring dana miliaran rupiah. Falcon sempat berpindah tangan, mulai dari Dapenbun, tokoh partai politik papan atas, hingga pengusaha di sektor riil.
PT Falcon Asia Resources Management bukanlah Manajer Investasi (MI) papan atas. Perusahaan yang dulu bernama PT Asia Wealth Investment Management ini memperoleh izin MI pada 5 Maret 2007. Satu setengah tahun kemudian, Falcon mulai memasarkan produk reksadana campuran bernama Falcon Asia Optima Plus. Ini menjadi produk reksadana semata wayang milik Falcon Asia.
Produk tersebut belakangan bermasalah lantaran salah satu nasabah, PT Asuransi Bumiputera Muda 1967 (Bumida), tak bisa mencairkan (redemption) dana investasinya pada November 2010. Potensi kerugiannya mencapai Rp 11 miliar. Bukan hanya Bumida, kini sejumlah nasabah lainnya juga menuntut manajemen Falcon mengembalikan dana investasi mereka.
Berdasarkan data yang tersaji di website www.bapepam.go.id, mayoritas saham Falcon dikuasai PT Karyatech Prima yakni 51%, kemudian Hendro Christanto memiliki 29% saham, dan PT Dapenbun Investama mengempit 20% saham.
PT Dana Pensiun Perkebunan (Dapenbun), sebagai induk usaha Dapenbun Investama, pernah mengatakan tidak mengetahui perkara yang sedang menimpa Falcon Asia. Haris Anwar, Direktur Investasi Dapenbun, menyatakan, anak usaha Dapenbun sudah melepas kepemilikan sahamnya di Falcon.
Haris menegaskan, penjualan saham Falcon terjadi pada 14 Mei 2010. Ini sesuai akta pernyataan rapat dan jual-beli saham Nomor 38 dan Nomor 39 yang dibuat di hadapan notaris Netty Maria Machdar. “Dapenbun telah meminta manajemen Dapenbun Investama untuk melepas kepemilikan saham di Falcon karena tak sesuai bidang usaha utama Dapenbun Investama,” tutur Haris. Namun, dia tidak menerangkan siapa pembeli saham Falcon tersebut (Lihat Mingguan KONTAN Edisi 25 April - 1 Mei 2011).
Dua nama pemegang saham Falcon yang lain tidak jelas rimbanya. Kementerian Hukum dan HAM mencatat, Karyatech Prima memiliki alamat sama dengan Falcon, yakni di Wisma Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) Lantai 6, Jalan Jenderal Sudirman. Tapi sejak enam bulan yang lalu, tempat tersebut sudah ditinggalkan penyewanya.
Berdasarkan penelusuran KONTAN, kepemilikan Karyatech Prima dikuasai oleh tiga orang, yakni H. Mochammad Satrio Oryono, Eriana, dan Jodi Haryanto. Nama Jodi tidak asing lagi di dunia pasar modal. Peran bekas Wakil Bendahara Umum DPP Partai Demokrat periode 2005 - 2010 ini begitu sentral di Falcon. Jodi bukan sekadar pemegang saham, tapi juga pernah menjabat sebagai direksi Falcon.
Jodi sempat tersandung masalah hukum saat menjabat sebagai Direktur Utama PT Eurocapital Peregrine Securities, Sejumlah media memberitakan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah memvonis Jodi atas dugaan pencucian uang di Eurocapital. Vonis tersebut lebih tinggi daripada vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menghukum Jodi satu tahun penjara.
Erick S. Paat, kuasa hukum Jodi, enggan mengomentari vonis itu. "Saya belum menerima salinannya. Jadi tak ingin berkomentar dulu," kata dia, belum lama ini.
Terkait perkara di Falcon, Jodi Haryanto belum bisa dimintai konfirmasinya sampai kemarin. KONTAN sempat menyambangi alamat Jodi yang tertera di dokumen Falcon Asia, yakni di Taman Giri Loka, Blok Q/10, IV-5, RT 03 RW 12 Bumi Serpong Damai (BSD City).
Tapi Jodi sudah menjual rumah tersebut kepada pihak lain. "Pak Jodi sudah menjual rumahnya kepada kami setahun yang lalu," ucap Diana, pemilik rumah yang baru, Sabtu (5/11) lalu.
Syamsul Arifin, Direktur Utama Karyatech, pemegang saham mayoritas Falcon Asia, menyatakan Jodi sudah tak memiliki saham lagi di Karyatech, sejak dua tahun lalu. Karyatech kini dikendalikan oleh Grup Sinar, milik pengusaha asal Surabaya. "Grup Sinar sebenarnya bergerak di sektor riil, bukan finansial. Tapi Grup Sinar tertarik karena prospek pasar modal Indonesia dinilai bagus," ucap Syamsul.
Dengan kepemilikan baru, Karyatech berupaya merestrukturisasi seluruh kewajibannya ke nasabah. Syamsul mengharapkan pihak-pihak terkait, termasuk nasabah, agar bersabar melalui proses restrukturisasi ini. (bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News