Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Pada tahun 2018, Tiga Pilar gagal membayar bunga utang senilai Rp 30,75 miliar dari Obiligasi TPSF I/2013, fee Sukuk Ijarah TPSF I/2013 senilai Rp 15,37 miliar, dan Rp 63,3 miliar yang merupakan fee Sukuk Ijarah TPSF II/2016. “Pada saat itu perusahaan Anda dalam kondisi gawat, tidak bisa membayar bunga obligasi, sementara dari fakta Anda memiliki piutang (tagihan) yang besar kepada enam distributor yang nilainya besar. Jadi kalau melihat dari catatan pada laporan keuangan itu, apakah perusahaan melakukan penagihan kepada enam distributor tersebut?” tanya Hakim Ahmad.
Mendengar pertanyaan tersebut Joko mengatakan bahwa perusahaan memang tidak melakukan penagihan. Namun ia tidak memberikan alasan yang jelas kenapa pihaknya tidak melakukan penagihan.
Hal senada juga diungkapkan Deni. FORSA juga sempat melakukan dengar pendapat dengan manajemen lama AISA mengenai cara membayar obligasi yang sudah jatuh tempo, padahal memiliki piutang yang besar. “Mengapa tidak ada upaya menagih sehingga tanggung jawab obligasi terpenuhi karena piutangnya hampir Rp 7 triliun, ini ada yang aneh,” kata Deni.
Baca Juga: FKS Food Sejahtera (AISA) prioritaskan belanja modal tahun 2021 untuk mesin pabrik
Bahkan Forsa sempat menyarankan agar AISA melakukan PKPU terhadap enam distributor tersebut jika tidak membayar piutang. Namun ternyata diketahui belakangan bahwa distributor tersebut merupakan afiliasi, bukan pihak ketiga.
Dalam perkara yang sudah disidangkan sejak Oktober 2020 silam ini, jaksa mendakwa Joko dan Budhi dengan Undang-undang Nomor 8/1995 tentang Pasar Modal. Ancaman maksimal hukuman kurungan penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar menanti keduanya jika dakwaan jaksa berhasil dibuktikan.
Baca Juga: Saksi ahli beberkan fakta baru di sidang lanjutan AISA
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News