Reporter: Djumyati Partawidjaja | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Di akhir tahun lalu dan awal tahun ini banyak analis yang sangat optimistis melihat kondisi perekonomian Indonesia. Pemerintahan yang baru sepertinya berhasil meyakinkan pasar, bahwa mereka berkomitmen bekerja memperbaiki infrastruktur dan perekonomian negeri ini. Tapi ternyata setelah berjalan satu kuartal di tahun 2015, pemerintahan banyak direpotkan oleh berbagai masalah politik, korupsi, dan kolusi.
Beberapa analis mulai berpikir ulang untuk melakukan beberapa revisi prediksi, salah satunya adalah Aldian Taloputra Head of Economic Research Mandiri Sekuritas. Menurut Aldian, perekonomian Indonesia akan sulit tumbuh seperti proyeksi awalnya di 5,3%. Penurunan investment spending dan target penerimaan pajak yang terlalu tinggi. Akibatnya, perekonomian Indonesia hanya akan bisa tumbuh 4,9%.
Penjualan-penjualan di kuartal 1 memang lemah. Terjadi penurunan penjualan roda 4 sebesar 14% untuk menjadi 282.568 unit, roda 2 turun 18% untuk menjadi 1.621.000 unit, semen turun 3,2%, dan toko-toko ritel pun banyak menderita penurunan penjualan.
Selain itu, kemungkinan kabar buruk dari S&P. Sebelumnya banyak investor berharap S&P akan menaikkan peringkat Indonesia. Pemerintah Indonesia dilihat banyak orang sudah berhasil memperbaiki struktur anggarannya, salah satu yang cukup drastis adalah dengan menghapus subsidi BBM. “Harapannya outlooknya dulu akan naik dari stabil menjadi positif. Tapi kelihatannya sih mungkin tidak, mereka masih akan tetap netral,” tutur John Rachmat Head of Equity Research Mandiri Sekuritas.
Kekhawatiran itu bisa dilihat di perdagangan saham Senin (27/4). IHSG langsung melorot turun pada waktu dibuka pagi dan mendarat di 5288.556 atau turun 146,79 poin. Saham-saham blue chip pun berguguran harganya.
Memang bukan semuanya kabar buruk. Menurut John, ketakutan pasar modal di seluruh dunia untuk kemungkinan naiknya Fed Fund Rate, sepertinya sudah jauh berkurang. Dari pertemuan para petinggi bank sentral AS, banyak analisis yang melihat kenaikan suku bunga The Fed kemungkinan baru akan terjadi tahun depan.
“Jadi saya pikir pasar saham kita akan naik dalam 3-4 bulan mendatang didorong rupiahnya yang lebih stabil,” terang John. Rupiah dan hampir semua mata uang dunia memang akan lebih stabil kalau pasar percaya The Fed tidak akan segera menaikkan suku bunganya. Menurut John, kalau rupiah bergerak stabil di kisaran Rp 12.800-13.000, investor asing sudah cukup nyaman untuk tetap masuk ke pasar Indonesia.
Kalau rupiah bisa stabil, Indonesia masih sangat atraktif untuk investor asing. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun lalu sebesar 5,1% sudah dua kali lipat dibandingkan Thailand yang hanya 2,3%,” terang John. Sementara kalau dilihat kenaikan indeks pasar saham sepanjang tahun ini, kenaikan Thailand sudah 26,6% dibandingkan Indonesia yang hanya 20,7%. Jadi asalkan rupiah bisa stabil Indonesia masih akan bisa menarik investor-investor asing.
Jadi Mandiri Sekuritas memperkirakan IHSG akan melambung ke 5.800 pada Juli-Agustus dan kembali ke 5.450 di Desember mendatang.
Beberapa saham yang menjadi pilihan Mandiri Sekuritas dengan masing-masing target harganya:
BBRI (Bank Rakyat Indonesia) Rp 13.500, BDMN (Bank Danamon) Rp 4.600, SMRA (Summarecon Agung) Rp 2.000, LPCK (Lippo Cikarang) Rp 12.300, WIKA (Wijaya Karya) Rp 4.000, TLKM (Telekomunikasi Indonesia) Rp 2.900, ULTJ (Ultra Jaya Milk) Rp 5.100, TBIG (Tower Bersama) Rp 10.800, dan WTON (Wika Beton) Rp 1.600.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News