Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Indeks utama Wall Street ditutup menguat pada perdagangan Senin (25/11), dengan indeks Russell 2000 yang berfokus pada saham-saham berkapitalisasi kecil mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.
Penguatan ini didorong oleh penunjukan Scott Bessent sebagai Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) yang meredakan tekanan pada imbal hasil obligasi.
Perhatian pasar juga tertuju pada pembicaraan gencatan senjata antara Israel dan Lebanon, yang menekan harga minyak dan menyebabkan sektor energi melemah hingga 2%.
Baca Juga: Wall Street Reli: Indeks S&P 500 dan Dow Sentuh Rekor Tertinggi
Melansir Reuters, indeks S&P 500 naik 17,81 poin (0,30%) menjadi 5.987,15, Nasdaq Composite naik 51,50 poin (0,27%) ke 19.055,15, dan Dow Jones Industrial Average melonjak 439,02 poin (0,99%) menjadi 44.735,53.
Saham yang menguat melebihi saham yang melemah dengan rasio 3,01 banding 1 di NYSE. Tercatat ada 836 saham mencetak level tertinggi baru, sementara 40 saham mencapai level terendah baru.
Indeks Russell 2000 mencatat rekor intraday baru di 2.466,49, melampaui level tertinggi yang dicapai tiga tahun lalu.
Penurunan tajam imbal hasil obligasi, terutama obligasi 30 tahun, menjadi pendorong utama penguatan indeks ini.
Baca Juga: Pelaku Usaha Perkuat Pasar Alternatif, Antisipasi Kebijakan Tarif Impor AS
"Area yang tertinggal sepanjang tahun ini mulai menunjukkan performa lebih baik, seperti saham berkapitalisasi kecil dan menengah, tidak hanya karena Trump, tetapi juga karena kebijakan pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve," kata Adam Sarhan, CEO 50 Park Investments.
Presiden terpilih Donald Trump mengakhiri spekulasi panjang terkait kandidat Menteri Keuangan dengan memilih Bessent pada Jumat malam.
Beberapa analis investasi mengatakan Bessent kemungkinan akan mengambil langkah-langkah untuk mengendalikan utang pemerintah, sembari menjalankan kebijakan fiskal dan perdagangan sesuai janji kampanye Trump.
Penunjukan Bessent dinilai mengurangi kekhawatiran fiskal terkait kemungkinan tarif baru, yang sebelumnya memicu kenaikan imbal hasil obligasi menjelang pemilu.
"Fokus saat ini adalah pada kebijakan tarif, terutama setelah pilihan Scott Bessent sebagai Menteri Keuangan tampaknya meredakan kekhawatiran besar terkait fiskal," kata James Reilly, ekonom pasar senior di Capital Economics.
Baca Juga: Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tidak Mungkin Mencapai 5,2% pada 2024
Selain itu, ekspektasi bahwa Trump bersama Kongres yang dikuasai Partai Republik akan menerapkan kebijakan yang mendukung dunia usaha memberikan angin segar bagi perusahaan kecil.
Tren ini diperkuat oleh siklus pelonggaran moneter The Fed yang dimulai pada September.
Penurunan imbal hasil mendukung sektor properti yang sensitif terhadap suku bunga, sementara indeks perumahan melonjak hingga 4,5%. Saham sektor konsumer juga memimpin penguatan, dengan Amazon.com naik 2,2%.
Barclays menaikkan proyeksi indeks S&P 500 untuk akhir tahun 2025, sementara Deutsche Bank memperkirakan indeks akan mencapai 7.000 poin pada periode yang sama.
Meski demikian, kekhawatiran tetap ada terkait potensi tekanan inflasi yang dapat memperlambat laju pelonggaran kebijakan The Fed.
Berdasarkan alat FedWatch CME Group, ada probabilitas 56,2% bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin lagi pada pertemuan Desember.
Laporan Personal Consumption Expenditure (PCE), indikator inflasi pilihan The Fed, akan menjadi perhatian utama investor pekan ini menjelang libur Thanksgiving di AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News