kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Manajer Investasi melirik global bond


Senin, 16 Januari 2012 / 08:00 WIB
ILUSTRASI. Covid-19 di Jakarta naik, ini 25 kelurahan dengan kasus corona terbanyak per 1/2/2021. Tribunnews/Jeprima


Reporter: Wahyu Satriani , Albertus M. Prestianta, Ruisa Khoiriyah | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) seri RI0142 pekan lalu, menjadi incaran sejumlah Manajer Investasi (MI) di pasar sekunder. Obligasi senilai US$ 1,75 miliar itu dijual di pasar pedana dengan kupon 5,25% dan imbal hasil (yield) 5,375%. Tenornya dipatok 30 tahun.

CIMB Principal Asset Management termasuk yang berniat mendapatkan surat utang yang biasa disebut global bond itu. Perusahaan pengelolaan dana yang berinduk di Malaysia itu berniat menjadikan global bond sebagai aset dasar produk reksadana pendapatan tetapnya.

Fadlul Imamsyah, Vice President of Investment CIMB Principal Asset Management, menuturkan, global bond cocok menjadi underlying asset reksadana fixed income CIMB yang berdenominasi dollar AS, yakni CIMB Principal Dollar Bond. Global bond terbitan pemerintah RI, menurut Fadlul, terbilang likuid di pasar sekunder dibanding obligasi berdenominasi dollar AS yang diterbitkan oleh korporasi.

Sejauh ini, CIMB Principal sudah banyak memutar dana kelolaan reksadana dollar AS berjenis pendapatan tetap, di global bond terbitan pemerintah RI. Namun, "Yang global bond RI terbaru belum ada. Kami berniat memanfaatkannya sebagai aset dasar karena likuid sehingga mudah ditransaksikan," jelas Fadlul, pekan lalu.

Bukan tanpa alasan jika CIMB Principal lebih memilih instrumen ini ketimbang global bond yang diterbitkan korporasi. Fadlul mencatat, imbal hasil SBN dollar AS pemerintah RI di pasar sekunder, berkisar 2%-4%.

Sedangkan obligasi dollar AS yang diterbitkan oleh korporasi dalam negeri memiliki tingkat yield di pasar sekunder sebesar 8%. "Dengan demikian, harga global bond terbitan pemerintah RI lebih tinggi dari harga obligasi korporasi. Kami bisa mencari keuntungan dari potensi kenaikan harganya di pasar sekunder," papar Fadlul.

Gerak fluktuatif

Danareksa Investment Management juga berminat menempuh strategi serupa. MI pelat merah ini akan memburu global bond RI seri terbaru sebagai aset dasar reksadana pendapatan tetap dollar AS. "Kami harus hitung dulu kalkulasi yield global bond ini," kata Prihatmo Hari, Direktur Danareksa Investment Management. Namun, Danareksa tidak berminat menjadikan global bond tersebut sebagai aset dasar reksadana terproteksi. "Tenor 30 tahun terlalu panjang," kata Hari.

Edbert Suryajaya, analis Infovesta Utama, menambahkan, reksadana dollar AS berjenis pendapatan tetap, masih menarik sebagai instrumen untuk membiakkan modal. "Return produk tersebut diprediksi akan meningkat, tertopang kinerja obligasi dollar AS," jelas Edbert.

Indonesia diperkirakan menyandang peringkat layak investasi dari dua lembaga rating lain yakni Standard and Poor\'s dan Moody\'s, tahun ini. Jika itu terjadi, ucap Edbert, kinerja pasar obligasi akan membaik karena harga akan semakin terkerek. "Peringkat investment grade akan merangsang lebih banyak investor asing untuk masuk pasar domestik," jelas dia.

Mengutip data Infovesta Utama, sepekan terkhir, yakni 6 Januari-13 Januari, return reksadana fixed income dollar AS, tumbuh pelan. Produk NISP Dana Idola US Dollar tercatat sebagai pencetak return tertinggi pekan ini, yakni sebesar 0,1%. Sedangkan kinerja produk lainnya lebih buruk. Schroder USD Bond Fund, Panin Dana US Dollar, juga BNP Paribas Prima Asia USD, mencatat imbal hasil negatif pekan lalu.

Edbert menilai, instrumen reksadana dollar AS memang lebih berisiko karena pergerakannya lebih fluktuatif. Namun, potensi pertumbuhan return-nya masih jauh lebih tinggi dibandingkan deposito dollar AS di bank.

Deposito dollar AS di bank rata-rata hanya menawarkan bunga di kisaran 1,5% per tahun. Sedangkan return reksadana dollar AS berjenis fixed income bisa mencapai 6% dalam setahun. Bagi investor yang memiliki tujuan investasi berupa dana dalam dollar AS, produk reksadana dollar AS lebih layak jadi andalan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×