Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Manajer Investasi (MI) belum tertarik merilis reksadana yang menggunakan obligasi negara syariah berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS). Pemerintah Indonesia merilis instrumen, yang kerap disebut sukuk global tersebut, dua pekan lalu. Nilai surat utang tersebut US$ 1 miliar.
Agus Basuki Yanuar, Presiden Direktur Samuel Asset Management, menuturkan, obligasi dalam denominasi rupiah saat ini menawarkan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan obligasi dalam dollar AS.
Otomatis, potensi imbal hasil reksadana yang memanfaatkan obligasi rupiah sebagai aset dasar, lebih besar dibandingkan potensi keuntungan yang ditawarkan reksadana berisi obligasi dollar AS.
"Potensi pertumbuhan kinerja dan imbal hasil di Indonesia lebih menarik. Jadi, kami belum ada rencana menerbitkan reksadana yang berisi sukuk global," kata Agus.
Alasan lain MI enggan memanfaatkan sukuk global adalah aturan main yang membatasi penempatan dana di instrumen luar negeri. Batasnya adalah 15% dari total dana kelolaan masing-masing reksadana. Ini mengakibatkan MI kurang leluasa memanfaatkan sukuk global sebagai underlying. Sukuk global saat ini diperdagangkan di Singapore Stock Exchange.
Andreas M. Gunawidjaja, Direktur Mandiri Manajemen Investasi, melontarkan hal senada. Mandiri saat ini memilih memfokuskan pengembangan kinerja reksadana syariah yang sudah terbit, dibanding meramu produk baru beraset dasar sukuk global. "Kami fokus dulu menaikkan nilai dana kelolaan produk yang sudah ada," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News