Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Emiten sektor telekomunikasi masih suram. Hingga akhir tahun 2014, pendapatan dan laba bersih emiten telekomunikasi hanya tumbuh tipis, bahkan sebagian emiten masih mencetak rugi bersih.
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) membukukan pendapatan Rp 89,97 triliun atau tumbuh 8% dari tahun sebelumnya Rp 82,98 triliun. Namun, laba bersihnya hanya tumbuh 3% menjadi Rp 14,6 triliun dari sebelumnya Rp 14,2 triliun.
PT XL Axiata Tbk (EXCL) memperoleh pendapatan Rp 23,46 triliun, naik 10,34% dari tahun sebelumnya Rp 21,26 triliun. Meski demikian, EXCL mencetak rugi bersih sebesar Rp 891,06 miliar. Padahal , di akhir tahun 2013 EXCL mengantongi laba bersih Rp 1,05 triliun. Kerugian ini disebabkan kinerja negatif dari PT Axis Telekom yang baru diakuisisi EXCL tahun lalu.
Nasib serupa dialami PT Indosat Tbk (ISAT). Anak usaha Ooredoo Group ini menanggung rugi sebesar Rp 1,98 triliun, turun 28,7% dari tahun sebelumnya Rp 2,78 triliun. Pendapatan ISAT pun hanya tumbuh tipis menjadi Rp 24 triliun dari sebelumnya Rp 23,8 triliun.
Tahun lalu ISAT juga menyisihkan Rp 1,3 triliun untuk provisi atas kasus litigasi. Seperti diketahui, ISAT dihukum mengganti kerugian negara sebesar Rp 1,3 triliun yang dijatuhkan terhadap PT Indosat Mega Media (IM2) dalam kasus korupsi penyalahgunaan jaringan 2,1 Gigahertz (GHz) atau 3G atau High Speed Downlink Packet Access (HSDPA).
Analis MNC Securities, Victoria Venny N Setyaningrum mengatakan, kinerja sektor telekomunikasi tertekan di tahun 2014 akibat beberapa hal, seperti adanya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS), meningkatnya belanja modal dan semakin besarnya beban keuangan perseroan serta kondisi ekonomi makro dan politik di Indonesia. "Yang paling berpengaruh menurut saya adalah pelemahan nilai tukar rupiah yang tentunya akan berdampak pada meningkatnya beban bunga para operator karena mereka punya hutang yg besar dalam dollar AS," ujarnya kepada KONTAN awal pekan ini.
Selain itu, Victoria menyebut para operator telekomunikasi sedang intensif mengembangkan program jaringan yg memerlukan belanja modal besar. Belanja modal pengembangan jaringan tersebut juga menggunakan mata uang dollar AS.
Teuku Hendry Andrean, Analis Buana Capital mengatakan, sektor telekomunikasi masih terus menggenjot layanan data melalui mobile broadband dibanding dengan layanan seluler. Hal ini untuk menggaet pelanggan telepon pintar. "Pendapatan dari telepon masih ada, tapi secara rupiah lebih rendah karena tarif juga lebih murah," ujarnya. Tarif murah telepon ini akibat dari perang tarif yang terjadi diantara penyedia layanan telekomunikasi.
Sementara layanan data terus tumbuh, layanan seluler justru terus mengalami penurunan. Padahal, layanan seluler sebenarnya mampu memberikan margin yang lebih tinggi dibanding layanan data. "Operator bisa mengakali dengan tawaran paket telepon, misalnya paket telepon rumah dengan TV kabel atau internet," imbuh Hendry.
Saat ini TLKM masih menguasai pangsa pasar di industri telekomunikasi. Tak heran jika TLKM menjadi satu-satunya emiten telekomunikasi yang mencetak laba. Hendry mengungkapkan, margin EBITDA TLKM saat ini sebesar 50%, sementara operator lain masih sekitar 30%.
Menurut Victoria, TLKM konsisten dalam pengembangan jaringan dan pemasaran. Selain itu, TLKM juga mampu menekan rugi selisih kursnya. Sementara upaya EXCL melakukan efisiensi pasca akuisisi Axis belum mencapai target. Demikian juga dengan program modernisasi jaringan ISAT yang masih menyisakan hutang besar dalam dollar AS.
Hendry mengatakan, EXCL sudah mulai meningkatkan pangsa pasarnya dengan berbagai tawaran layanan data. Pasca akuisisi Axis, EXCL mempunyai infrastruktur yang lebih memadai. Sementara pangsa pasar ISAT mulai tergeser oleh EXCL. Dari sisi infrastruktur ISAT memang tertinggal dibanding TLKM dan EXCL.
Tahun ini, emiten telekomunikasi masih akan tetap meningkatkan layanan data. Sementara untuk bisnis layanan data, operator tidak bisa memperoleh margin besar. Pasalnya, untuk mengembangkan bisnis layanan data, para pelaku usaha harus mengembangkan infrastruktur dengan biaya mahal. Apalagi, kondisi geografis di Indonesia membutuhkan banyak infrastruktur pendukung untuk mengembangkan layanan data. Karena itulah, saat ini layanan data masih terpusat di Pulau Jawa. Hendry memperkirakan pertumbuhan pendapatan sektor telekomunikasi tahun ini masih akan berkisar di angka 10%.
Victoria memperkirakan perkembangan sektor telekomunikasi tahun ini akan semakin baik, seiring dengan dukungan pemerintah dalam pengembangan infrastuktur dan jaringan di Indonesia.
Mengingat masyarakat mulai bergeser ke telepon pintar, maka bisnis layanan data masih menjanjikan, terutama dengan adanya modernisasi jaringan ke 3G dan 4G. Namun, tingginya modal untuk pengembangan jaringan 3G dan 4G akan membuat margin perseroan tergerus. Secara sektoral, Victoria memprediksi pendapatan sektor telekomunikasi tahun ini rata-rata tumbuh 6% - 8%. Baik Victoria maupun Hendry merekomendasikan saham TLKM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News