Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang semester I-2019 harga minyak untuk kontrak pengiriman September 2019 cenderung menguat di April dan sempat menyentuh level tertinggi yakni US$ 65,79 per barel pada 24 April 2019. Padahal di 31 Desember 2018 harga minyak berada di level terendahnya, yakni US$ 47,84 per barel.
Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf mengatakan, penguatan harga minyak terjadi saat Organisasi Negara Pengekespor Minyak (OPEC) dan Rusia menggagas pemangkasan produksi sebanyak 2 juta barel per hari. Alhasil, langkah tersebut sukses mengerek naik harga minyak di April 2019.
Sayangnya, penguatan tersebut hanya sementara dan mulai terkoreksi tajam di Mei 2019. Alwi menjelaskan, merosotnya harga minyak akibat memanasnya situasi perang dagang antara AS dan China yang tak kunjung usai. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi global terimbas dengan cenderung bergerak lesu.
"Apalagi, minyak merupakan salah satu sumber energi. Sehingga, saat terjadi isu pelambatan global, permintaan terhadap minyak berkurang," jelas Alwi kepada Kontan.co.id, Selasa (2/7).
Untuk Semester II-2019 cadangan yang berlebih dikhawatirkan mampu mengikis harga minyak. Alwi mengungkapkan, sepanjang Juni, produksi minyak sempat menyentuh level terbanyak yakni 12,6 juta barel per hari.
Untungnya, pada pertemuan anggota OPEC pekan ini, negara-negara anggota OPEC+ termasuk Rusia akan melanjutkan pemangkasan output minyak hingga Maret 2020.
Pernyataan tersebut, tentunya menjadi sentimen positif bagi pasar dan mendorong harga minyak untuk kembali naik. Ditambah lagi, ketegangan perang dagang antara AS dengan China cenderung mereda.
Sikap OPEC untuk terus melanjutkan pemangkasan produksi, dianggap mampu menjadi daya dorong harga minyak berada di jalur bullish. Hanya saja, Alwi menyatakan tren bullish yang terjadi di semester II-2019 cenderung terbatas dibandingkan semester I-2019.
Ini lantaran, pasar masih menanti kepastian perang dagang, khususnya realisasi kesepakatan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dalam KTT G20 pekan lalu di Osaka, Jepang.
Meskipun begitu, Alwi masih merekomendasikan investor untuk buy on deep minyak, mengingat harga masih dalam tren bullish. Hingga akhir tahun, harga minyak memungkinkan berada di level US$ 66,55 per barel dan untuk support US$ 51,55 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News