kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Laba emiten nikel tergerus harga jual


Selasa, 04 Maret 2014 / 06:54 WIB
Laba emiten nikel tergerus harga jual
ILUSTRASI. Pahami Bahan-Bahan Aktif Skincare yang Cocok untuk Jenis dan Masalah Kulit


Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Avanty Nurdiana

JAKARTA. Kinerja emiten sektor nikel jauh dari harapan. Ini nampak dari hasil laporan keuangan, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) sepanjang tahun lalu.

Kedua emiten itu mesti puas membukukan penurunan laba bersih yang signifikan di 2013. Aneka Tambang, semisal,  hanya mampu meraih laba bersih Rp 409,94 miliar, turun 86,3% year-on-year (yoy).

Padahal, pendapatan ANTM tahun lalu tumbuh 8% menjadi Rp 11,29 triliun secara yoy. Bisnis feronikel menyokong pendapatan ANTM sebesar Rp 2,07 triliun. Tapi, kontribusi feronikel kurang memuaskan lantaran penurunan volume dan harga jual. Tahun lalu, penjualan feronikel turun 26% menjadi 14.441 TNi.

Begitu juga, harga jual feronikel menurun 19% menjadi US$ 6,32 per pon. Untungnya, kontribusi penjualan bijih nikel masih positif. Tahun lalu bisnis bijih nikel menyokong penjualan ANTM sebesar Rp 4,05 triliun, naik 32% dari tahun sebelumnya.

Begitu juga kontribusi penjualan emas yang tumbuh 30% menjadi Rp 4,7 triliun. ANTM juga menerima kontribusi pendapatan dari bauksit dan batubara masing-masing Rp 71 miliar dan Rp 81 miliar.

Kondisi yang sama terjadi pada INCO. Laba bersih INCO turun 42,67% menjadi US$ 38,7 juta. Ini seirama pendapatan INCO  yang turun 4,72% menjadi US$ 921,6 juta.

Penyebabnya adalah harga jual rata-rata nikel yang lebih rendah 11,9% menjadi US$ 11.939 per ton dari tahun sebelumnya US$ 13.552 per ton. Padahal, volume penjualan nikel INCO meningkat 8,15% menjadi 77.198 ton.

Kenaikan itu didorong kenaikan produksi nikel INCO di 2013 yang mencapai 75.802 ton dari sebanyak 70.717 ton di 2012. "Produksi yang lebih tinggi tersebut didorong oleh realisasi peningkatan kapasitas peleburan dan optimalisasi proses produksi," ujar Febriandy Eddy, Chief Financial Officer INCO.

Yualdo T. Yudoprawiro, analis Samuel Sekuritas dalam risetnya, 3 Maret 2014 menulis, performa keuangan INCO di tahun lalu di bawah ekspektasi. "Penurunan harga jual nikel dan rugi selisih kurs menjadi penyebab utama buruknya  kinerja keuangan INCO," papar dia.

Ini bisa mengakibatkan, rasio dividen INCO di 2013 hanya 50% dari laba bersih tahun lalu. Lebih kecil dari rasio dividen di 2012 sebesar 75% dari laba bersih.

Hans Kwee, pengamat pasar modal menambahkan, penerapan larangan ekspor mineral mental mulai 12 Januari 2014 lalu akan menguntungkan kedua emiten. Namun, banyak  pihak yang memperkarakan kebijakan pemerintah ini di ranah hukum. "Selama kontroversi ini masih berlanjut, prospek dua emiten masih sideways," ujar dia.

Hans menambahkan, jika aturan larangan segera diterapkan, maka INCO akan lebih siap dibandingkan ANTM. Sebab, INCO sudah punya smelter dan ANTM belum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×