kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Laba bersih turun hingga 78% di 2020, ini penjelasan Transcoal Pacific (TCPI)


Jumat, 21 Mei 2021 / 14:49 WIB
Laba bersih turun hingga 78% di 2020, ini penjelasan Transcoal Pacific (TCPI)
ILUSTRASI. Armada kapal tunda milik PT Transcoal Pacific Tbk (TCPI).


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Transcoal Pacific Tbk (TCPI) optimistis kinerja pada tahun 2021 bakal lebih baik ketimbang tahun sebelumnya. Emiten yang bergerak di sektor jasa pelayaran ini memang mendapat dampak dari pendemi Covid-19 yang akhirnya membuat kinerja di tahun 2020 kurang mumpuni.

Sekretaris Perusahaan TCPI Anton Ramada Saragih mengatakan, pandemi Covid-19 memang berdampak negatif terhadap kinerja TCPI di tahun lalu. Di mana, volume kargo yang diangkut merosot, terutama batubara, yang akhirnya menyeret pendapatan dan laba bersih TCPI.

Sekedar mengingatkan, laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk TCPI di 2020 turun hingga 78,69% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 56,13 miliar. 

Anjloknya laba bersih tak lepas dari penurunan pendapatan TCPI. Di mana pendapatan perusahaan turun 27,7% yoy jadi Rp 1,67 triliun di akhir 2020. Sayangnya, merosotnya pendapatan tidak diikuti oleh penurunan beban perusahaan.

"Penurunan pendapatan di 2020 disebabkan oleh penurunan volume kargo yang diangkut, terutama batubara, sebagai dampak Covid-19. Penurunan laba bersih terjadi seiring menurunnya volume pengangkutan, namun tidak diikuti beban tetap, seperti penyusutan dan beban bunga pinjaman," jelas Anton kepada Kontan.co.id, Jum'at (21/5).

Baca Juga: Transcoal Pacific (TCPI) targetkan penambahan kapal baru hingga 6 armada di tahun ini

 

Dia melanjutkan, pandemi Covid-19 telah berdampak terhadap berkurangnya aktivitas industri, sehingga konsumsi listrik pun merosot tajam. Kondisi ini berdampak pada penurunan kebutuhan batubara yang digunakan di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), yang pada gilirannya mengakibatkan anjloknya volume angkutan batubara TCPI.

Di tahun lalu, 99,4% pendapatan TCPI disumbangkan dari segmen bisnis transportasi laut dengan nilai Rp 1,66 triliun. Batubara berkontribusi paling besar pada jasa angkutan kargo TCPI dengan porsi lebih dari 60% terhadap pendapatan.

Disusul oleh komoditas dan bahan industri lainnya seperti pengangkutan nikel, minyak sawit mentah (CPO), solar industri, dan lainnya. TCPI berharap kontribusi pengangkutan dari komoditas lain seperti nikel, bisa terus bertambah.

"Kami mengharapkan demikian (tambahan kontribusi angkutan dari komoditas lain), juga untuk kargo di luar nikel dan batubara seperti CPO, silica sand dan lainnya," sambung Anton.

Namun untuk tahun ini, volume kargo yang dapat diangkut masih bergantung pada pemulihan ekonomi dan dampak dari pandemi. Apalagi, meski harga komoditas batubara sedang melesat tinggi, namun kondisi itu tidak secara otomatis berdampak signifikan pada pertumbuhan volume kargo dan tarif angkutan.

"Diharapkan perekonomian akan pulih dan bertumbuh di tahun ini, sehingga volume angkutan kargo akan meningkat kembali. Dengan demikian Perseroan optimis bahwa pendapatan atau laba bersih TCPI di tahun 2021 akan mengalami peningkatan," pungkas Anton.

Selanjutnya: Rebalancing Indeks MSCI, TBIG Naik Kelas, PGAS, IPTV dan TCPI Masuk Small Cap Index

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×