Reporter: Widiyanto Purnomo | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. PT Transpower Marine Tbk, perusahaan yang bergerak di bidang angkutan batubara tentu ikut merasakan efek negatif dari jatuhnya harga batubara. Meski demikian, Transpower masih bisa sedikit bernafas lega lantaran masih dapat menggaet sejumlah kontrak baru.
Pada semester I 2015, emiten berkode saham TPMA ini mengantongi pendapatan sejumlah US$ 26,64 juta. Angka tersebut menurun 31,39%, jika dibandingkan dengan pendapatan semester I 2014 yaitu US$ 38,82 juta.
Rudi Sutiono, Direktur PT Transpower Marine Tbk, memaparkan ada tiga hal yang menyebabkan pendapatan perusahaan turun. Pertama, penurunan harga batubara membuat perusahaan ini harus menyesuaikan tarif angkut batubara bagi pelanggannya.
Biasanya, pengajuan penyesuaian tarif diajukan oleh klien yang waktu kontraknya hanya dalam kurun waktu setahun. Sedangkan, klien yang waktu kontraknya dua tahun cenderung tetap.
Kedua, efek harga minyak dunia melemah, perusahaan juga harus menyesuaikan tarif pengangkutan bagi klien. Di sisi, penurunan harga minyak juga membuat biaya bahan bakar kapal jadi lebih murah.
Ketiga, terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Padahal, sebagian kontrak menggunakan rupiah sedangkan pembukuan perusahaan dalam dollar AS. “Jadi ketika dikonversi, hasilnya jadi lebih kecil dalam dollar AS,” jelas Rudi kepada KONTAN (25/9).
Sementara, volume batubara yang diangkut TPMA juga turun. Semester I-2015, TPMA hanya mengangkut batubara sebanyak 4,5 juta ton, lebih kecil dibandingkan periode semester I 2014 sebanyak 4,7 ton. Lalu, faktor cuaca juga turut menghambat aktivitas pelayaran dalam pengiriman batubara.
Kontrak baru
Di tengah kondisi sulit, TPMA masih tertolong karena seluruh armada kapal angkut yang terdiri dari 35 kapal, tug dan boat (tunda) dan tiga kapal floating crane masih beroperasi. Bahkan, untuk memenuhi permintaan konsumen, TPMA harus menambah armada dengan cara menyewa dari pihak ketiga.
Perusahaan juga giat menambah kontrak baru. Salah satunya dengan bekerjasama dengan anak usaha Sinarmas Group dengan kontrak selama dua tahun dan volume angkut batubara 1,5 juta hingga 2 juta ton.
Baru-baru ini, perseroan juga mengantongi kontrak dari perusahaan pengiriman asal Jepang untuk mengirimkan batubara ke Filipina. Saat ini klien tersebut sedang mencari sumber batubara berkualitas lebih baik.
Jika menemukan sumber batubara yang cocok, bisa jadi kontrak diperpanjang. Untuk sekali jalan, TPMA setidaknya meraup US$ 200.000 per kapal. "Jika biaya perjalanan selama 1,5 bulan, dalam setahun kami bisa dapat US$ 2 juta hingga US$ 3 juta," kata Rudi.
Transpower juga mengerjakan sejumlah order pengangkutan batubara untuk kebutuhan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap). Seiring realisasi proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt, TPMA turut menikmati berkahnya.
Perkiraan Rudy, jika cuaca sudah mendukung pada bulan Oktober sampai Desember, maka perusahaan juga dapat menggenjot pengangkutan batubara.
Sementara itu, rencana bisnis perusahaan untuk membeli satu atau dua unit kapal angkut tahun ini tengah dikaji ulang. Hingga saat ini belanja modal Rp 250 milliar belum terpakai.
Perusahaan mempertimbangkan untuk menunda pembelian hingga akhir tahun ini atau paling lambat awal tahun depan. Soalnya, TPMA merasa lebih untung dengan menyewa kapal dari pihak ketiga.
Rudi memproyeksikan pendapatan perusahaan tahun 2015 mungkin akan sedikit menurun dibandingkan realisasi tahun 2014. Perusahaan mencoba realistis dengan kondisi fluktuasi nilai tukar rupiah dan serta lesunya harga batubara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News