kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Konsumen dolar AS terbanyak di RI adalah BUMN!


Jumat, 06 September 2013 / 08:22 WIB
Konsumen dolar AS terbanyak di RI adalah BUMN!
ILUSTRASI. Harga minyak naik pada Hari Senin (18/4) dalam perdagangan yang berombak dengan minyak mentah Brent mencapai US$ 112 per barel REUTERS/Lucy Nicholson


Reporter: Asnil Bambani Amri, Dyah Megasari | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Tahukah Anda, bahwa dua perusahaan besar Indonesia yang butuh valuta asing berupa dolar Amerika Serikat (AS) dalam jumlah besar adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN)? Kebutuhan dolar di kedua perusahaan pelat merah itu dinilai ikut mempengaruhi pasokan dan permintaan dolar di pasar.

Kedua perusahaan pelat merah yang butuh valas dalam jumlah besar itu bergerak di bidang energi, yaitu adalah, PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). Keduanya melakukan transaksi dolar untuk mengimpor sumber energi minyak maupun gas bumi.

“Pertamina itu merupakan perusahaan yang membutuhkan dolar AS dalam jumlah terbanyak,” kata Deputi Direktur Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Wiwiek Sisto Widayat dalam diskusi yang digelar KONTAN di kantor Kompas Gramedia, Jakarta, Kamis (5/9). Komentar Wiwiek tersebut terkait dengan pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini.

Tak jauh beda dengan PT Pertamina, PT PLN sebagai perusahaan setrum negara juga membutuhkan dolar AS dalam jumlah banyak. Kebutuhan dolar AS untuk kedua perusahaan inilah yang menurut Wiwiek bisa mempengaruhi pergerakan rupiah di pasar.

Menurut Wiwiek, jika Pertamina atau PLN menurunkan kebutuhan dolar AS dengan mengurangi belanja dalam bentuk dolar, maka dolar AS akan lebih banyak beredar di pasar. “Jika pertamina turunkan impor, maka dolar AS di pasar akan lebih banyak, ” jelasnya.

Tingginya kebutuhan dolar AS untuk Pertamina dan PLN tersebut membuat permintaan dolar di pasar tak berimbang.  “Masalah ini harusnya ada solusinya,” jelas Wiwiek. Dalam kesempatan itu, Wiwiek berharap, solusi itu tak hanya dilakukan oleh BI saja, tetapi juga oleh lembaga lain termasuk BUMN.

Menurutnya, pelemahan rupiah dan defisit perdagangan yang terjadi belakangan ini jangan sampai dibebankan kepada lembaga keuangan saja. “Jangan masalah ini menjadi bebankan bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia maupun Kementerian Keuangan saja,” tegasnya.

Perlu diketahui, Pertamina membutuhkan valas untuk mengimpor bahan bakar minyak (BBM) untuk kebutuhan di dalam negeri. Sedangkan PT PLN membutuhkan valas dalam jumlah banyak untuk pembelian gas yang dilakukan dalam dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×