Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Harga minyak semakin kokoh di tengah kekhawatiran konflik geopolitik yang melanda kawasan Timur Tengah. Namun penguatan harga dibatasi oleh kekhawatiran naiknya produksi minyak AS.
Mengutip Bloomberg, Senin (10/4) pukul 19.26 WIB, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Mei 2016 di New York Mercantile Exchange menguat 1,26% ke level US$ 52,9 per barel dibanding sehari sebelumnya.
Analis PT SoeGee Futures, Nizar Hilmy mengatakan, kenaikan harga minyak didukung oleh kekhawatiran pasar terhadap kondisi geopolitik di Timur Tengah. Hal ini menyusul serangan rudal Amerika Serikat (AS) terhadap pasukan militer Suriah. AS melancarkan serangan ke pangkalan militer Suriah setelah ada dugaan pemerintah Suriah menyerang warga sipil dengan gas beracun.
"Pelaku pasar kaget dengan aksi intervensi AS di Suriah, mengingat Presiden Donald Trump sempat menyatakan tidak akan ikut campur pada konflik Timur Tengah," paparnya.
Pelaku pasar khawatir akan terjadi eskalasi, yakni peningkatan baik lingkup maupun kadar kekerasan yang bisa berujung ke perang dunia. Rusia yang saat ini bersekutu dengan pemerintah Suriah di bawah Presiden Bashar al-Assad dikhawatirakan akan melancarkan serangan balasan ke AS. "Konflik di Timur Tengah akan mengganggu distribusi minyak sehingga mendukung kenaikan harga," lanjut Nizar.
Selain itu, konflik di Semenanjung Korea juga turut menambah kekhawatiran pasar. Pemerintah AS mengirimkan pasukan tempur ke semenanjung Korea setelah uji coba rudal balistik yang dilakukan Korea Utara.
Berbagai konflik memang mendukung kenaikan harga minyak. Tetapi penguatan harga minyak tertahan oleh bertambahnya aktivitas pengeboran AS. Data Baker Hughes Inc menunjukkan rig pengeboran AS bertambah dalam 12 minggu beruntun menjadi 672 rig atau level tertinggi sejak Agustus 2015. Goldman Sachs memperkirakan produksi minyak AS tahun ini akan naik 215 barel menjadi sekitar 9 juta barel per hari.
Kenaikan produksi AS dapat mengganggu rencana pembatasan produksi dari produsen yang tergabung dalam OPEC. Beberapa anggota OPEC mendukung perpanjangan pembatasan produksi hingga semester kedua 2017. Tetapi keputusan resmi baru akan diumumkan pada akhir Mei mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News