Reporter: Namira Daufina | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Setelah melesat di awal pekan, harga komoditas logam industri pada perdagangan hari ini masih mampu mempertahankan penguatan, walaupun dalam rentang terbatas.
Mengutip Bloomberg, Selasa (19/1) pukul 12.27 WIB harga aluminium kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange memimpin keunggulan dengan melesat 0,80% ke level US$ 1.491 per metrik ton dibanding hari sebelumnya.
Disusul tembaga yang naik 0,60% di level US$ 4.404 per metrik, nikel terangkat 0,40% ke level US$ 8.620 per metrik ton serta terakhir harga timah yang menanjak 0,10% di level US$ 13.340 per metrik ton.
Meski sajian indikator ekonomi Negeri Tirai Bambu tidak bisa dikategorikan memuaskan, namun paling tidak ketenangan pasar menyambut hal ini jadi penolong bagi harga komoditas.
Beberapa analis menyebutkan bahwa ekonomi China masih bertahan meski tidak bisa dikatakan positif.
Pasalnya jika berkaca dari goncangan yang terjadi pada tahun 2015 lalu, bisa saja kemerosotan terjadi lebih dalam.
Salah satunya, Zhou Hao, Ekonom Commerzbank AG di Singapore mengatakan, “Kebijakan moneter China masih harus bertahan dan dibuat se-akomodatif mungkin. Walaupun secara garis besar pertumbuhan ekonomi terlihat baik-baik saja, tapi jika dirinci terlihat bagaimana rapuhnya ekonomi China,”.
Memang pertumbuhan ekonomi China kuartal empat 2015 yang dirilis di level 6,8% secara keseluruhan masih berada dalam kisaran target People's Bank of China yakni 7%.
“Sedikit memberikan kelegaan pada pasar,” tutur Wahyu Tri Wibowo, Analis Central Capital Futures.
Selain memang, harga komoditas logam industri ini juga masih dalam fase oversold sehingga mendukung peluang rebound berlanjut.
Meski demikian, Wahyu menduga penguatan ini rentan jika berkaca dari sisi permintaan.
“Dari data produksi industri China terlihat aktivitas yang bisa memicu naiknya permintaan logam industri belum pulih,” tuturnya.
Diduga harga komoditas logam industri bisa koreksi pada perdagangan esok hari.
Apalagi jika berkaca pada antisipasi pasar terhadap rilis data inflasi Amerika Serikat yang akan dijadikan acuan melirik sinyal kenaikan lanjutan The Fed rate.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News