kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.478.000   -4.000   -0,27%
  • USD/IDR 15.685   -195,00   -1,26%
  • IDX 7.504   8,04   0,11%
  • KOMPAS100 1.166   4,61   0,40%
  • LQ45 927   -2,36   -0,25%
  • ISSI 227   1,87   0,83%
  • IDX30 478   -1,88   -0,39%
  • IDXHIDIV20 574   -2,08   -0,36%
  • IDX80 133   0,26   0,20%
  • IDXV30 142   0,64   0,46%
  • IDXQ30 160   -0,33   -0,20%

Komoditas energi kompak terkoreksi di kuartal III


Kamis, 03 Oktober 2019 / 15:52 WIB
Komoditas energi kompak terkoreksi di kuartal III
ILUSTRASI. Kapal tunda menarik tongkang bermuatan batubara


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang kuartal III-2019, komoditas energi terus terkoreksi seiring tren perlambatan ekonomi global. Hal ini menyebabkan tekanan terhadap beberapa komoditas tak bisa ditahan.

Harga batubara turun sebanyak 1,17% selama kuartal III-2019. Pada akhir kuartal III-2019, Senin (30/9) lalu, harga batubara Newcastle untuk kontrak pengiriman November 2019 berada di level US$ 71.75 per metrik ton.

Koreksi lebih besar juga dialami oleh gas alam di kuartal III-2019. Gas alam mengalami koreksi sebesar 3,5 % dari akhir Juni lalu yang berada di level US$ 2.595 per mbbtu. Di akhir kuartal III-2019, harga gas alam berada di level US$ 2.504 per mbbtu.

Performa paling buruk untuk komoditas energi terjadi pada minyak. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) terkoreksi sampai 7,13%. Hingga akhir kuartal III-2019, Senin (30/9) lalu, harga minyak WTI untuk kontrak pengiriman November 2019 di level US$ 54,07 per barel.

Baca Juga: Ketidakpastian UU Minerba Membuat Saham Emiten Batubara Lesu

Walaupun terkoreksi paling dalam, harga minyak WTI sempat menyentuh level tertinggi sejak bulan Mei 2019 yaitu berada di posisi US$ 62,90 per barel. Saat itu terjadi penyerangan kilang minyak Arab Saudi yang menyebabkan persediaan minyak menjadi terbatas.

Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan faktor utama dari koreksi minyak terjadi karena adanya faktor perlambatan ekonomi global. Hal ini karena kondisi perang dagang antara AS dan China yang masih terus bergejolak selama kuartal III-2019.

Selain itu, Faisyal juga mengatakan cadangan minyak mentah AS berlimpah. Ia bilang tingkat produksi minyak ini terus bertambah tanpa diimbangi oleh permintaan yang bertambah juga. “Tingkat produksinya meningkat,” ujar Faisyal.

Faisyal menilai tren penurunan harga minyak ini masih akan terus menurun hingga akhir tahun. Ia memperkirakan harga minyak bisa berada di kisaran US$ 45,00 - US$ 60,00 per barel. Kondisi perang dagang dan perlambatan ekonomi dinilai masih menjadi tema utama di sisa tahun 2019. 

“Perlambatan ekonomi sepertinya masih akan membayangi,” ujar Faisyal.

Hanya saja, Faisyal tidak menutup kemungkinan bahwa harga minyak mengalami rebound. Hal ini dikarenakan bisa saja terjadi sentimen kejutan seperti yang terjadi di Aramco pada pertengahan September lalu. 

“Kalau misalnya ada kejutan seperti ledakan kilang minyak di Aramco seperti yang lalu ya bukan tidak mungkin minyak bisa kembali naik,” jelas Faisyal.

Faisyal juga menyampaikan bahwa saat ini pasar juga sedang menunggu hasil pertemuan antara AS dan China pada pekan depan. Menurutnya, jika pada pertemuan tersebut bisa menghasilkan kesepakatan dagang yang bisa mereda perang dagang ada kemungkinan harga minyak juga bisa bangkit.

Sama halnya dengan minyak, harga batubara dan gas alam juga ikut dipengaruhi dengan kondisi perlambatan ekonomi global. 

Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono mengatakan, ancaman terhadap pertumbuhan ekonomi global seiring adanya perang dagang menjadi sentimen besar untuk semua komoditas. 

“Sebagian besar berdampak negatif untuk komoditas,” ujar Wahyu.

Wahyu menjelaskan, harga gas alam cenderung lebih labil. Menurutnya, harga gas alam bisa naik dan turun secara drastis kapanpun tergantung permintaan. Hal ini biasanya dikarenakan faktor musim yang turut mempengaruhi. 

“Biasanya menjelang musim dingin, permintaan gas alam bisa meningkat,” ujar Wahyu.

Oleh karena itu, Wahyu menilai meskipun di kuartal III-2019 harga gas alam anjlok, di kuartal IV bisa bangkit. Hal ini dikarenakan kuartal IV-2019 sudah memasuki musim dingin maka permintaan terhadap gas alam ini bisa meningkat. 
“Lonjakan harga bisa terjadi seiring permintaan besar tersebut sehingga bukan mustahil pola akhir tahun kemarin berulang berada di area US$ 2 per mmbtu- US$ 4 per mbbtu,” jelas Wahyu.

Selain karena musim, permintaan juga memang terjadi dikarenakan beberapa negara saat ini telah menggunakan gas alam sebagai sumber energinya. Wahyu bilang hal ini dikarenakan gas alam merupakan energi yang ramah lingkungan. 

Baca Juga: Saham emiten tambang rontok pasca RUU Minerba ditunda, ini rekomendasi analis

Ia bilang saat ini China sudah mulai mengganti penggunaan batubara dengan gas alam. Menyusul, Arab Saudi juga dinilai sedang berencana untuk mengganti penggunaan minyak menjadi gas alam. “Beberapa negara mulai bermain lebih besar di gas alam,” ujar Wahyu.

Wahyu mengatakan, untuk batubara, secara fundamental selama kuartal III-2019 masih lemah. Ia menilai sentimen positif hanya datang dari kondisi perang dagang yang sempat mereda dan serangan terhadap kilang minyak Aramco. “Pada saat itu harga batubara sempat rebound,” ujar Wahyu.

Sedangkan fundamental lain yang membuat batubara semakin tertekan ialah permintaan terhadap batubara yang juga ikut menurun seiring persediaannya bertambah. 

Ia bilang pada Agustus, India sempat mengurangi impor batubaranya dikarenakan berencana untuk menggantinya dengan energi terbarukan. Hal inilah yang menjadikan tekanan terhadap batubara tak terbendung.

Selain itu, Wahyu juga bilang bahwa persaingan ketat terjadi pada komoditas energi. Ia bilang saat ini ada energi terbarukan yang dinilai lebih bersih. Energi tersebut antara lain angin, matahari, dan gas alam yang juga murah.

Oleh karena itu, Wahyu menilai hingga akhir tahun harga batubara masih akan berada di kisaran US$ 50 - US$ 70 per metrik ton sebagai area konsolidasi. Namun Wahyu juga mengatakan bahwa harganya bisa mendekati US$ 80 per metrik ton tetapi rentan terhadap koreksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca Putusan MK Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES)

[X]
×