kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Komoditas energi bakal rebound di akhir 2020, kecuali gas alam


Senin, 06 Juli 2020 / 20:37 WIB
Komoditas energi bakal rebound di akhir 2020, kecuali gas alam
ILUSTRASI. Ilustrasi harga gas alam


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas energi yang melemah di awal 2020 diyakini bakal rebound di akhir 2020. Hal tersebut didukung harapan membaiknya kondisi ekonomi global dan meredanya dampak pandemi Covid-19. 

"Secara umum, komoditas memburuk di awal tahun lantaran dampak terkait Covid-19," kata Analis Central Capital Futures Wahyu Laksono kepada Kontan.co.id, Senin (6/7). 

Prediksinya jelang akhir semester II-2020, harga komoditas umumnya akan rebound, termasuk komoditas energi. Adapun komoditas yang diyakini akan mengalami rebound cukup baik adalah minyak dan batubara, bahkan untuk minyak berpotensi naik cukup signifikan. Sedangkan untuk prospek harga gas alam diprediksi masih akan berada dalam area negatif. 

Baca Juga: Harga minyak mentah bervariasi, Brent menguat 0,3% dan WTI turun 0,7% di hari ini

Wahyu menjelaskan, harga minyak bergerak cukup baik di tahun lalu, dimana harga bertahan di atas US$ 50 per barel atau jauh di atas level rendahnya yakni US$ 20 per barel. Di sisi lain, harga gas alam justru anjlok atau setidaknya terkonsolidasi di level terendah atau dekat dari US$ 2 per mmbtu. 

"Bahkan faktor musiman seperti musim salju juga belum cukup kuat untuk mendorong atau mempengaruhi harga natural gas. Bahkan saat awal tahun harga minyak sempat melonjak oleh isu Iran, harga gas alam tetap tidak bisa menguat," jelasnya. 

Apalagi, masalah supply juga sudah mempengaruhi tren harga komoditas lebih awal, sebelum muncul isu virus corona yang akhirnya menekan harga energi dan komoditas secara umum. Sebelumnya, EIA sempat merilis pernyataan bahwa musim dingin tahun lalu dan tahun ini tidak sedingin semestinya. 

Alhasil, sebelum isu Covid-19 melebar, harga gas alam sudah berada di area rendah, mengingat dari sisi fundamental sulit untuk mendukung harga. Ditambah lagi di 2020 produksi gas alam meningkat dan menjadi ancaman tambahan karena pasokan yang berlebih. 

"Tanpa isu virus, gas alam merupakan salah satu komoditas terburuk tahun lalu, dan kejatuhan dimulai tahun ini, pasca meredanya isu Iran terkait basic fundamental dengan lemahnya outlook deman dan musim dingin yang tak sesuai harapan," ungkapnya.

Sekadar mengingatkan, sejak pertengahan Januari 2020 harga gas alam sudah menembus level bawah US$ 2 per mmbtu. Parahnya, gas alam kadang dijadikan material penambangan minyak bumi, sehingga kerap terjadi kelebihan pasokan dan membuat tren harga negatif. 

Baca Juga: Tren harga komoditas membaik, harga batubara berpotensi terus menanjak

Untuk itu, Wahyu menilai harga gas alam masih mungkin untuk rebound, dimana spekulasi sangat wajar berada di historical low. Hanya saja, untuk bertahan di atas level US$ 2 per mmbtu untuk waktu yang lama dinilai Wahyu masih cukup berat. Semester II-2020, harga gas alam diyakini masih akan bergerak di rentang US$ 1 per mmbtu hingga US$ 2,5 per mmbtu. 

Untuk harga batubara, dia menilai meskipun pergerakan harga masih rentan akan perbaikan ekonomi global, potensi batubara untuk naik tetap terbuka lebar disertai risiko anjlok yang juga mudah terjadi. Hanya saja, secara umum harga batubara masih diuntungkan oleh kebijakan China yang lebih jelas dan sederhana ketimbang isu pengaturan harga oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). 

"Faktor lainnya, tentu saja harga minyak yang rebound akan membuat harga batubara jadi lebih menarik dan mengikuti rebound," tekannya. 

Untuk itu, dijangka menengah harga batubara masih akan bergerak di kisaran US$ 50 per ton hingga US$ 70 per ton. Rekomendasinya, saat harga berada di atas US$ 60 per ton, investor bisa melakukan sell on strength, sedangkan saat di bawah atau mendekati US$ 50 per ton bisa melakukan buy on weaknees. 

Terakhir ada, harga minyak yang berpotensi untuk rebound signifikan di sisa 2020 ini. Sentimennya, didukung oleh basic fundamental untuk harga komoditas secara umum. Meskipun ada ancaman second wave dari Covid-19, Wahyu optimistis bahwa situasi terburuk justru sudah lewat. 

"Artinya, setiap berita buruk akan dibaca sebagai priced in atau sudah tercermin dari harga anjlok kuartal sebelumnya. Jadi, harga melemah saat terpicu bad news, namun cenderung terbatas (pelemahannya)," ujarnya.

Apalagi, Amerika Serikat (AS) dirasa belum cukup maksimal dalam berproduksi, dan EIA meramalkan perbaikan produksi minyak AS baru akan terjadi di Semester II-2021. Proyeksi EIA menunjukkan bahwa produksi minyak AS bakal menyentuh level bawah 10,6 juta barel per hari. 

Baca Juga: Harga minyak mentah kembali stabil di tengah kekhawatiran gelombang kedua Covid-19

Di sisi lain, sentimen harga minyak juga terancam isu defisit dimana IEA meramalkan defisit minyak global di semester II-2020 bakal berada di kisaran 4,5 juta barel per hari. Asal tahu saja, dalam dua pekan pertama bulan Juni 2020, defisit minyak global berada di kisaran 3,7 juta per barel, sekaligus mencerminkan permintaan yang masih lesu. 

Meskipun begitu, Wahyu menilai di jangka pendek hingga akhir tahun akan cukup mudah untuk mengembalikan level produksi minyak. Salah satu sentimen pendukung yakni dengan dibukanya kembali ekonomi global dan harapannya akan mendorong permintaan minyak. 

Wahyu menilai, level harga US$ 20 per barel hingga US$ 50 per barel masih jadi level paling dekat secara spekulatif bagi pergerakan harga minyak. Hal tersebut dilihat dari sisi teknikal juga fundamental. Bahkan ada potensi harga berada di kisara US$ 60 per barel hingga US$ 70 per barel setelah kuartal III-2020. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×