Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten pertambangan berpotensi diuntungkan oleh proyek-proyek hilirisasi yang digencarkan pemerintah.
Dalam berita sebelumnya, pemerintah melalui Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional resmi menyerahkan pra-studi kelayakan untuk 18 proyek hilirisasi prioritas senilai Rp 618,13 triliun kepada Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara pada Selasa (22/7).
Dari total proyek tersebut, sebanyak 12 di antaranya berkaitan langsung dengan sektor energi dan pertambangan seperti proyek pengembangan smelter nikel dan bauksit, proyek Dimethyl Ether (DME), kilang batubara (coal refinery), modul surya terintegrasi, hingga fasilitas pengolahan katoda tembaga.
Seluruh proyek ini ditujukan untuk memperkuat rantai pasok industri hilir dan mendorong transformasi energi nasional.
Baca Juga: 18 Proyek Hilirisasi Diserahkan kepada Danantara, Mayoritas Sektor Energi
Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata mengatakan, proyek-proyek hilirisasi ini akan mendatangkan potensi keuntungan baik bagi emiten pelat merah atau BUMN maupun swasta. Terlebih lagi, Danantara akan memfasilitasi pembiayaan dalam bentuk ekuitas, sindikasi, atau obligasi dengan skema terbuka untuk BUMN dan perusahaan swasta.
Sejumlah emiten atau perusahaan BUMN tentu akan terlibat langsung dalam proyek hilirisasi ini. Di antaranya adalah adalah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) melalui proyek smelter nikel dan bauksit dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) melalui proyek gasifikasi batubara menjadi DME dan Synthetic National Gas (SNG).
“PGEO (Pertamina Geothermal Energy) dan Inalum juga diuntungkan, terutama lewat akses pembiayaan dan konsesi prioritas,” kata dia, Rabu (23/7).
Di sisi lain, emiten swasta seperti PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN), PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), PT Harum Energy Tbk (HRUM), dan PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) juga berpeluang kecipratan berkah dari proyek hilirisasi jika mereka memiliki cadangan, membangun fasilitas, dan bermitra dengan BUMN atau perusahaan luar negeri.
Sebagai contoh, MDKA dan AMMN dapat terlibat dalam hilirisasi tembaga, HRUM dan NCKL di sektor hilirisasi nikel, sedangkan DSSA di energi terbarukan.
Secara umum, jika proyek hilirisasi sudah memasuki fase operasional penuh dalam 3 tahun—5 tahun mendatang, maka emiten yang terlibat berpotensi mengalami lonjakan pendapatan.
“Namun, hal ini sangat bergantung pada realisasi capital expenditure (capex), efisiensi operasional, dan skala produksi,” tutur Liza.
Baca Juga: Bahlil Masukkan Proyek Kilang Minyak Sebagai Proyek Hilirisasi, Ini 18 Lokasinya
Namun, ada sejumlah risiko yang perlu diperhatikan emiten pertambangan dalam menjalankan proyek hilirisasi. Salah satunya adalah kebutuhan dana investasi yang besar dan bahkan bisa mencapai miliaran dolar AS untuk proyek tersebut. Biaya ini bisa membengkak jika teknologi atau ketersediaan infrastruktur penunjang kurang.
Selain itu, emiten juga perlu kolaborasi dengan berbagai mitra untuk mendapat akses teknologi dan pendanaan proyek hilirisasi.
Emiten juga harus memastikan adanya offtaker atau calon pembeli dan skema pemasaran yang jelas. Hal ini untuk menghindari risiko kelebihan pasokan produk hasil hilirisasi yang kemudian bisa menekan harga jual di pasar.
Tak hanya itu, jika proyek hilirisasi dibiayai dengan utang dominan, maka beban bunga dan tekanan pada arus kas dapat memburuk. Maka dari itu, emiten perlu menyusun struktur pembiayaan campuran antara ekuitas, obligasi global, dan dana dari sovereign wealth fund.
Liza menambahkan, bagi investor yang mau berinvestasi pada saham emiten yang berpotensi terlibat dalam proyek hilirisasi, maka faktor seperti keberhasilan proyek, dukungan teknologi, dan pendanaan akan menjadi penentu utama prospek emiten tersebut dalam jangka panjang.
Menurutnya, emiten pertambangan BUMN yang terlibat dalam proyek hilirisasi relatif lebih aman karena akses ke Danantara dan adanya dukungan politik. Namun, emiten pertambangan swasta dengan mitra strategis juga punya peluang kuat dan asumsi profesionalisme yang lebih transparan, sehingga emiten tersebut terkesan lebih investor-friendly.
“Investor juga perlu memantau laporan capex, progres studi kelayakan, dan struktur kemitraan dengan Danantara,” tandas dia.
Selanjutnya: Muncul Tren Pembelian Rumah Mewah Pakai KPR, Begini Kata BTN dan BCA
Menarik Dibaca: Fitur Lifestyle Hadir di PLN Mobile, Perluas Layanan ke Ranah Hiburan dan Gaya Hidup
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News