kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,31   7,91   0.88%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kinerja sektor perkebunan masih bisa tumbuh, ini penjelasan sejumlah analis


Senin, 07 September 2020 / 06:16 WIB
Kinerja sektor perkebunan masih bisa tumbuh, ini penjelasan sejumlah analis
ILUSTRASI. Ilustrasi saham CPO. KONTAN/Muradi/2016/07/21


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah menyelamatkan kinerja sektor perkebunan di tengah penurunan permintaan CPO selama pandemi.

Mengutip Bloomberg, Jumat (7/9),  harga CPO pengiriman November di Malaysia Derivatives Exchange menurun 1,94% ke RM 2.835 per metrik ton. Penurunan tersebut terjadi setelah di Kamis (6/9) harga CPO sempat sentuh rekor tertinggi di RM 2.891 per metrik ton sejak 7 bulan terakhir.

Michael Filbery, Analis Phillip Sekuritas Indonesia mengatakan harga CPO melambung karena cadangan CPO global menurun sejak awal tahun. Stok CPO menurun akibat panen terganggu cuaca panas ekstrim di tahun lalu yang berimplikasi hingga tahun ini.

Baca Juga: Serapan biodiesel nasional capai 4,36 juta KL di semester I-2020

Untungnya dengan kenaikan harga CPO tersebut, kinerja sektor perkebunan jadi berhasil tetap tumbuh di tengah pandemi. Berdasarkan data yang dihimpun KONTAN, 10 emiten penghasil CPO mencetak rata-rata pertumbuhan pendapatan 17,8% year on year (yoy) di semester I-2020. 

Padahal, sejak pandemi permintaan CPO juga sempat menurun. "Ekspor CPO dalam satu dekade terakhir cenderung tumbuh, tetapi di semester I-2020 permintaan CPO sempet menurun," kata Michael, Jumat (7/9).

Di sisi lain, Mihcael menilai sektor perkebunan di tengah pandemi termasuk sektor yang defensif. Meski permintaan CPO menurun, tetapi konsumsi pada produk turunan CPO, seperti oleochemical justru meningkat seiring kebutuhan bahan pembuat disinfektan selama pandemi juga meningkat.

Michael memproyeksikan jika pandemi selesai, maka eskpor emiten perkebunan bisa kembali naik dan lancar. Sentimen negatif seperti proses gugatan Indonesia ke Uni Eropa (UE) terkait dengan kebijakan diskriminatif terhadap sawit Indonesia juga tidak berpengaruh besar pada kinerja sektor perkebunan.

Michael mengatakan ekspor ke UE yang menurun bisa tertutupi dengan permintaan dalam negeri yang terdongkrak pemakaian biodiesel.

Baca Juga: Perusahaan Wilmar Group lakukan konservasi burung pemangsa di Kalimantan

Meilki Darmawan, Analis NH Korindo Sekuritas mengatakan persoalan dengan UE berpotensi mempengaruhi harga saham CPO dalam jangka pendek. Namun, Meilki yakin gugatan tersebut tidak akan berpengaruh pada fundamental emiten.

"Operasional emiten hingga kuartal III-2020 terus mengalami peningkatan tidak mendapat gangguan dari sentimen tersebut, jadi untuk jangka panjang investor tidak perlu ragu tetap berinvestasi di saham sektor CPO," kata Meilki.

Sementara, target rata-rata harga CPO yang Meilki tetapkan di tahun ini sudah terlampaui. Sebelumnya, Meilki mengestimasikan harga rata-rata CPO di RM 2.320 per metrik ton. Sementara, secara year to date (ytd) harga rata-rata CPO sudah mencapai RM 2.430 per ton.

Meilki memproyeksikan rata-rata harga jual CPO berpotensi naik 10%-20% secara tahunan untuk masih-masing emiten sektor ini.  Alhasil, Meilki optimistis hingga kuartal III-2020 terlewati, emiten sektor perkebunan masih bisa catatkan kenaikan kinerja.

Namun, investor baiknya tetap waspada akan tantangan yang bisa saja hadir di kemudian hari, seperti dampak lanjutan dari pandemi. "Pertumbuhan permintaan CPO masih rentan selama pandemi dan pembalikan harga CPO harus diwaspadai," kata Michael. Selain itu, efek sisa elnino tahun lalu bisa mempengaruhi produksi ke depan.

Meilki menambahkan sentimen yang perlu investor perhatikan untuk sektor ini adalah potensi adanya peningkatan inventory dari Indonesia dan Malaysia di kuartal IV-2020. Jika peningkatan inventory terjadi maka harga CPO berpotensi stagnan.

Selain itu, investor juga harus memantau level impor CPO dari China dan India, karena konsumsi kedua negara tersebut bisa menjadi penentu harga CPO dunia.

Di antara emiten perkebunan, Michael menjagokan PT Astra Agro Lestari (AALI) karena memiliki bisnis yang terintegrasi dari hulu hingga hilir. Selain itu, fokus AALI yang melakukan re-planting ke depannya akan membuat umur rata-rata pertumbuhan akan lebih cepat.

Baca Juga: Tahun depan, penerimaan negara bukan pajak diperkirakan turun tipis

Sementara, Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony melihat PT PP London Sumatra Indonesia (LSIP) paling menarik di antara emiten perkebunan lain karena perusahaan ini masih mencetak laba di tengah kondisi CPO sempat di harga rendah.

Selain itu, Chris juga melihat beban utang LSIP termasuk rendah. "Dengan dukungan grup Indofood prospek kinerja LSIP akan cukup baik," kata Chris.

Sementara, Meilki merekomendasikan buy untuk AALI dan LSIP karena kedua perusahaan tersebut likuid dibanding emiten lainnya. Selain itu, laba bersih kedua perusahaan tersebut juga solid.

Meilki memasang target Rp 14.200 untuk AALI dengan estimasi pendapatan capai Rp 18 triliun dan laba bersih Rp 536 miliar.

Sementara, Meilki memasang target harga Rp 1.200 untuk LSIP dengan estimasi pendapatan bersih Rp 3,7 triliun dan laba bersih Rp 284 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×