Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja reksadana turun terbatas di pekan lalu. Hanya reksadana pasar uang yang mampu mencatatkan imbal hasil positif.
Berdasarkan riset Infovesta Utama, kinerja indeks reksadana periode 18–25 Agustus cenderung terkoreksi. Reksadana pendapatan tetap turun paling dalam yakni -0,24% secara mingguan, reksadana saham turun sebesar -0,19% secara mingguan, reksadana campuran terkoreksi sebesar -0,15% secara mingguan dan hanya reksadana pasar uang yang tumbuh positif sebesar 0,07%secara mingguan.
Di pekan ketiga Agustus, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebenarnya bergerak bullish dengan kenaikan sebesar 0,52% ke level 6.895,44 poin. Hanya saja, asing melakukan aksi net sell pada pasar saham sebesar Rp 2,71 triliun.
Baca Juga: BNI Life: Total Portofolio Investasi Ke ESG Capai 5,25%
Infovesta menjelaskan, rilis indeks harga properti kuartal kedua mengalami peningkatan sebesar 1,92% dari sebelumnya 1,79%. Kemudian, rilis data neraca berjalan terkontraksi menjadi US$ -1,9 miliar pada Juni 2023.
Terkontraksinya neraca berjalan disebabkan oleh nilai ekspor dan impor dalam beberapa bulan terakhir mencatatkan kinerja yang melambat. Harga komoditas global juga terus mengalami pelemahan.
“Belum cepatnya pemulihan ekonomi China yang merupakan salah satu negara mitra dagang terbesar Indonesia disinyalir juga memberikan tekanan untuk gerak ekspor-impor domestik,” ungkap Infovesta dalam riset 28 Agustus 2023.
Baca Juga: Cermati Produk dengan Porsi Saham Lebih Besar di Reksadana Campuran
Sementara itu, sentimen dari global datang dari China terkait pemangkasan suku bunga pinjaman 1 tahun dan 5 tahun yang tercatat masing masing pada Juni sebesar 3,45% dan 4,2%. Bank sentral China telah memangkas suku bunga pinjaman jangka pendek (1 tahun) sebagai langkah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi China.
“Bank sentral China juga akan tetap mendorong lebih banyak lagi likuiditas untuk meningkatkan aktivitas bisnis,” jelas Infovesta.
Infovesta melihat proyeksi pertumbuhan ekonomi China di akhir tahun 2023 cukup optimistis. China harus lebih giat lagi dalam menggerakkan aktivitas perekonomiannya untuk memenuhi target ekonomi.
Sedangkan dari Amerika Serikat (AS), rilis data S&P Global PMI Flash Manufakur dan Services pada Agustus masing-masing mengalami perlambatan sebesar 47 poin dari sebelumnya 49 poin dan 51 poin dari sebelumnya 52,3 poin.
Terjadinya perlambatan indeks PMI menandakan aktivitas bisnis AS cenderung mengalami penurunan baik dari sisi output dan pesanan baru. Hal ini dapat menjadi sinyal terhadap tingkat inflasi terutama dari sisi harga bahan baku dan biaya jasa.
Baca Juga: Berhasil Cetak Imbal Hasil Investasi, Intip Strategi Investasi Taspen
Infovesta mengatakan, pasar obligasi dalam sepekan lalu tercermin pada yield obligasi pemerintah 10 tahun mengalami peningkatan sebesar 3,6 bps ke level 6,52%. Sentimen dari domestik, Bank Indonesia (BI) pada RDG-BI telah mempertahankan suku bunga BI7-DRR di level 5,75%.
Meskipun BI tetap mempertahankan tingkat suku bunganya, namun belum mampu mendorong penguatan pasar obligasi. Hal itu karena masih kuatnya risiko dari global menyusul pernyataan Gubernur The Fed, Jerome Powell, yang kembali bernada hawkish.
The Fed mengindikasikan perlu kembali mengerek suku bunga FFR tambahan untuk menekan inflasi secara efektif. Hal ini nantinya akan membuat spread antara BI-7DRR dengan FFR semakin mengecil, sehingga dapat mempengaruhi daya tarik asing terhadap pasar obligasi domestik.
Di pekan ini, Infovesta mengharapkan investor saham tetap memperhatikan faktor fundamental perusahaan di tengah maraknya aksi initial public offering atau IPO. Sedangkan pada pasar obligasi, investor disarankan tetap mencermati beberapa data AS sambil memantau perkembangan dari langkah The Fed yang kembali bernada hawkish.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News