kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.526.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Kinerja IHSG tertinggal dibandingkan indeks global, begini penjelasan analis


Rabu, 30 Oktober 2019 / 21:51 WIB
Kinerja IHSG tertinggal dibandingkan indeks global, begini penjelasan analis
ILUSTRASI. Pegawai melintas di depan layar pergerakan harga saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (25/10/2019). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 1,38 persen atau 87,30 poin di level 6.252,35 ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam periode tanggalan atau year to date (YTD) kinerjanya hanya tumbuh 1,6%. Bisa dibilang kinerja IHSG tertinggal dari indeks global lainnya.

Melansir Bloomberg pukul 20.30 WIB, Rabu (30/10), Dow Jones New York (DJI) pada YTD mampu tumbuh hingga 15,89% atau FTSE STI mampu menghijau 4,53%.

Adapun kalau membandingkan dengan indeks-indeks di Asia, IHSG juga cukup tertinggal. Tercatat indeks Nikkei (N225) pada periode tanggalan mampu naik hingga 14,13% kemudian Hang Seng (HSI) mampu naik 3,18%.

Baca Juga: Berhasil ditutup menghijau, sentimen The Fed masih akan pengaruhi IHSG esok hari

Kepala Riset Infovesta Utama Wawan Hendrayana menjelaskan, kinerja IHSG dibandingkan dengan indeks global memang terlihat stagnan dan tertinggal. 

“Faktor yang menyebabkan hal ini terjadi karena Indonesia sedang mengalami tren investor asing yang  keluar atau net sell saham karena ada kekhawatiran akan pertumbuhan pasar yang stagnan,” jelasnya kepada Kontan, Rabu (30/10) .

Menurut Wawan kekhawatiran ini mulai tumbuh saat melihat hasil laporan keuangan emiten di akhir Juni yang tidak sesuai ekspetasi.

Adapun saat ini pasar juga masih menunggu rilisnya seluruh laporan keuangan di triwulan III 2019 sehingga secara YTD belum banyak perubahan.

Baca Juga: Arah IHSG menanti The Fed rate, berikut kata dua analis ini

Analis PT Koneksi Kapital Indonesia Alfred Nainggolan menjelaskan di titik periode tanggalan atau year to date memang kinerja IHSG relatif tumbuh tipis di 1,63%.

“Kalau dilihat performa IHSG hanya dari YTD saja memang terlihat kurang bagus.  Tapi yang harus dicermati kembali adalah faktor yang membuat indeks di negara lain bisa tumbuh tidak hanya karena faktor fundamental saja,” jelasnya.

Alfred menjelaskan faktor yang membuat indeks di negara lain bisa naik signifikan bisa disebabkan momen recovery dari tahun kemarin yang turun.

Misalnya saja seperti indeks Vietnam yang mampu naik pesat karena ditopang dampak penurunan di tahun lalu. Jadi saat ini sedang akumulasi rebound.

Alfred tidak menampik Indonesia bisa seperti Vietnam yang mampu mengakumulasi pertumbuhan  indeksnya. Namun, hal yang harus kembali diperhatikan kalau membandingkan indeks dengan perekonomian nasional dalam waktu singkat sebenarnya agak bias.

Baca Juga: IHSG menguat 0,23% ke 6.295 di akhir perdagangan Rabu (30/10)

Alfred menjelaskan kalau mengukur di level saat ini ketika IHSG berada di 6.295 sepertinya tidak terlalu adil karena sepanjang tahun ini IHSG pernah menyentuh level 6.636. Nah titik poin IHSG pada hari ini  terbentuk karena faktor pergerakan dari beberapa kondisi dan harga saham di dalamnya. 

Alfred menjelaskan IHSG yang disusun dari 657 emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki kapitalisasi pasar serta harga sahamnya berdasarkan pergerakannya secara historikal dan ekspektasi pasar.

Nah, banyak saham-saham penopang IHSG pada tahun ini cukup tertekan karena sentimen politik yang beredar di pasar atau memang secara teknikal mesti turun karena sebelumnya sudah sempat naik.

Alfred bilang salah satu faktor yang membuat valuasi IHSG juga tertinggal dengan indeks negara lain  karena composite index di Indonesia belum mewakili pasar Indonesia keseluruhan.

Baca Juga: Mari Bernostalgia, Mengingat Gonjang-Ganjing Tahun 2011

Misalnya saja Perusahaan Listirk Negara (PLN) sebagai penyumbang besar perekonomian nasional tidak terdaftar di Bursa. Alhasil, pertumbuhan IHSG hanya 1,63% agak jauh jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang sudah 5% secara year to date. 

Berbeda dengan Amerika yang pertumbuhan ekonominya sejalan dengan indeks bursanya. Sebab  hampir seluruh perusahaan yang jadi penggerak ekonomi nasional sudah tercatat di bursa sehingga kinerja indeksnya inline dengan pertumbuhan ekonomi negaranya.

Kendati demikian, walau valuasi IHSG terpantau lebih rendah dari indeks negara lainnya, Price Earning Ratio (PER) IHSG di atas PER indeks lainnya yakni di level 20 kali.

Melansir data dari Bloomberg, PER indeks DJI berada di 16,37 kali, kemudian FTSE di 17,64 kali, adapun indeks Nikkei posisi PER-nya di 16,98 kali. Lalu, Hang Seng PER-nya di 10,32 kali dan Shanghai posisi PER indeksnya hanya di 14,04 kali.

Baca Juga: IHSG menguat mendekati 6.300 pada akhir perdagangan sesi I

Berbeda dengan Thailand yang PER indeksnya yakni SE Thai mendekati Indonesia yakni di 18,06 kali.

Wawan menyatakan kalau melihat valuasi PER IHSG yang posisinya di atas dari rata-rata global memang secara valuasi agak mahal.

Namun, kalau menurut Alfred meskipun PER-nya lebih tinggi dari indeks negara lainnya, bisa dibilang kalau PER IHSG lebih murah jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Asal tahu saja, pada 2018 PER IHSG sempat menyentuh level 25 kali dan tahun ini sudah bisa turun di level 20 kali. Artinya, meskipun laba emiten tumbuh, tapi dari sisi harga saham tidak mengalami pertumbuhan signifikan.

Baca Juga: IHSG naik, ini rekomendasi saham Profindo Sekuritas untuk perdagangan Rabu (30/10)

Faktor lain yang membuat PER IHSG lebih tinggi karena emiten penopang IHSG mampu tumbuh double digit, sedangkan di negara lainnya belum mampu tumbuh layaknya perusahaan di Indonesia.

Selain itu, bisa juga karena faktor stabilitas ekonomi negaranya. Artinya pasar bisa membuat valuasi tinggi atau premium karena faktor bertahannya ekonomi domestik di tengah ketidakpastian global yang berlangsung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×