Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja sejumlah emiten Grup Lippo tampak masih lesu pada paruh pertama tahun 2025. Tak hanya penurunan kinerja, masalah pengembalian dana akibat ketidakpastian proyek juga jadi sentimen negatif yang membayangi grup.
Induk usaha Grup Lippo, PT Lippo Karawaci (LPKR) membukukan pendapatan sebesar Rp 4,03 triliun per semester I 2025, merosot 49,25% dibandingkan periode sama tahun 2024 yang sebesar Rp 7,94 triliun.
Secara rinci, segmen real estate development menyumbang Rp 3,45 triliun dan segmen lifestyle berkontribusi Rp 659,21 miliar ke pendapatan semester I 2025.
Laba bersih LPKR tercatat Rp 137,9 miliar per semester I 2025, ambles 99,3% secara tahunan alias year on year (YoY) dari Rp 19,88 triliun per semester I 2024.
PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) mencatatkan pendapatan Rp 2,23 triliun per Juni 2025, melesat 223,97% YoY dari Rp 690,82 miliar. Laba bersih LPCK juga melonjak 192,73% YoY dari Rp 71,12 miliar menjadi Rp 208,20 miliar per semester I 2025.
Namun, LPCK masih menghadapi masalah pengembalian dana kepada konsumen proyek Meikarta. Sebagai informasi, anak usaha LPCK, PT Mahkota Sentosa Utama, merupakan pengembang proyek Meikarta.
Baca Juga: IHSG Berpeluang Menguat, Cermati Saham Rekomendasi Analis untuk Jumat (22/8)
Pada 26 Mei 2025, LPCK melaporkan bahwa jumlah konsumen yang telah menerima dana adalah sebanyak 19 konsumen. Melansir keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia, total dana yang dikembalikan itu sebesar Rp 4 miliar secara keseluruhan per 26 Mei 2025.
Kemudian, pada 11 Juli 2025, LPCK melaporkan realisasi penggunaan dana hasil rights issue sebesar Rp 1,22 triliun. Pada rencana awal, sebesar Rp 1,16 triliun digunakan untuk penyertaan modal kepada perusahaan anak LPCK, yaitu PT Megakreasi Cikarang Permai (MKCP). Dana itu akan digunakan untuk penyertaan modal kepada PT Mahkota Sentosa Utama (MSU). Lalu, sisanya sebesar Rp 61,15 miliar mau digunakan untuk modal kerja LPCK.
Namun, per 30 Juni, realisasi penggunaan dana baru sebesar Rp 995 miliar yang disetor ke MKCP. Sementara, belum ada dana yang digunakan untuk modal kerja perseroan.
Sehingga, dari dana yang terkumpul dalam rights issue ini, masih tersisa Rp 228,18 miliar per 30 Juni.
Asal tahu saja, MSU saat ini tengah mengerjakan proyek pembangunan apartemen di Meikarta District 1 dan District 2, yang berlokasi di Cibatu, Cikarang Selatan.
Berdasarkan catatan KONTAN, proyek apartemen tersebut ditargetkan bertambah 6.100 unit apartemen hingga akhir tahun 2025. Sementara, target tambahan unit yang akan diserahterimakan sampai dengan 2027 ialah sekitar 3.400 unit.
Dari sektor teknologi, PT Multipolar Technology Tbk (MLPT) mengantongi penjualan bersih Rp 1,69 triliun per semester I 2025, naik tipis dari Rp 1,62 triliun pada tahun lalu. Sayangnya, laba periode berjalan perseroan anjlok menjadi Rp 104,54 miliar per 30 Juni 2025, dari sebelumnya Rp 239,61 miliar di periode sama tahun lalu.
Dari sektor retail, PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) membukukan pendapatan bersih Rp 3,40 triliun per semester I 2025, turun tipis dari Rp 3,75 triliun di periode sama tahun 2024. LPPF juga mengantongi penurunan laba dari Rp 626,1 miliar menjadi Rp 604,03 miliar per semester I 2025.
Baca Juga: IHSG Melemah 0,67% ke 7.890 Kamis (21/8), Saham Big Banks Bergerak Bervariasi
Sementara, dari sektor kesehatan, PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO), kinerjanya masih baik. SILO mencatatkan pendapatan Rp 6,1 trilun per semester I, naik 1,49% YoY. Namun, laba SILO mampu naik 45,35% YoY menjadi Rp 456,82 miliar di akhir Juni 2025 ini.
Sayangnya, segmen healthcare sudah tak berkontribusi lagi ke pendapatan LPKR. Padahal, pada semester I 2024, segmen healthcare berkontribusi 50% dari pendapatan pada periode tersebut. Ini salah satu penyebab penurunan pendapatan LPKR di paruh pertama 2025.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo melihat, penurunan kinerja dari emiten Grup Lippo ini punya sentimen bermacam-macam. Pada LPKR, aksi divestasi SILO membuat adanya penurunan kontribusi pendapatan.
“Tetapi secara keseluruhan adanya penurunan pendapatan mereka jadi penekan raihan laba,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (21/8).
Junior Equity Analyst Pilarmas Sekuritas Arinda Izzaty melihat, laba LPKR anjlok bukan karena operasional rontok, melainkan karena tahun lalu (semester I 2024) ada keuntungan besar dari divestasi 28,98% saham SILO senilai kurang lebih Rp10 triliun.
Tahun ini, tanpa “one-off gain” tersebut, laba LPKR pun terlihat sangat turun. “Secara operasional, penjualan properti masih lemah dan segmen lifestyle/retail juga tertekan,” ujarnya kepada Kontan, Kamis.
Penurunan kinerja LPPF (Matahari Department Store) diakibatkan daya beli konsumen yang melemah, persaingan ketat dengan e-commerce, serta strategi efisiensi yang belum cukup menutup penurunan traffic gerai fisik.
Untuk MLPT, laba bersih menurun karena margin tergerus biaya operasional dan investasi digitalisasi.
Sementara, kinerja LPCK berhasil naik karea ditopang pre-sales Meikarta. Namun masalah legal, perizinan, dan pendanaan proyek Meikarta masih membayangi.
“Meski sektor healthcare relatif resilient, kenaikan margin SILO juga terbatas. Selain itu, segmen ini sudah tidak lagi dikonsolidasikan ke laporan LPKR karena divestasi saham,” ungkapnya.
Baca Juga: Harga Emas Global Tergelincir, Saham ANTM Cs Memerah, UNTR Melesat Kamis (21/8)
Prospek dan Rekomendasi Saham
Pergerakan saham emiten Grup Lippo juga terpantau beragam. Saham LPKR turun 4,9% sejak awal tahun alias year to date (YTD).
Beda nasib dengan sang induk, LPCK sahamnya naik 25,81% YTD dan LPPF naik 13,17% YTD. Bahkan, MLPT sahamnya terbang 293,51% YTD.
Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia Fath Aliansyah Budiman mencermati, kenaikan signifikan saham MLPT memang lebih dipengaruhi oleh sentimen pasar dan sejauh ini belum ada hal dari sisi fundamental yang bisa menjustifikasi kenaikan tersebut.
“Apabila rencana stock split yang pernah dibahas pada awal tahun bisa berjalan, hal tersebut bisa memberikan sentimen positif ke depannya,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (21/8).
Azis melihat, daya beli masyarakat yang masih lesu akan menjadi tantangan utama emiten Grup Lippo, khususnya pada sektor real estate.
Tetapi, Bank Indonesia (BI) yang mulai agresif dalam menurunkan suku bunga diharapkan dapat membangkitkan konsumsi, sehingga permintaan bisa berpotensi meningkat.
Adanya relokasi investasi pabrik asal China juga mendorong lonjakan permintaan lahan industri, dengan harga lahan/gudang naik 15–25% YoY. Ini bisa jadi peluang untuk LPCK.
Jika dilihat secara valuasi price to book value (PBV), saham LPKR masih terbilang undervalue. PBV LPKR saat ini sebesar 0,23x, dibandingkan dengan rata-rata lima tahunan yang sebesar 0,41x.
“Pada LPCK dan MLPT, PBV sudah berada di atas STD+1 dan STD+2,” katanya. Azis merekomendasikan netral untuk LPCK dengan target Rp 685 per saham.
Arinda mengatakan, ada sejumlah sentimen positif untuk Grup Lippo di sisa tahun 2025.
Pertama, restrukturisasi keuangan LPKR. Sebab, hasil divestasi SILO dipakai melunasi utang sekitar Rp 8 triliun yang membuat neraca lebih sehat.
Lalu, marketing sales properti LPKR & LPCK mulai meningkat. Biasanya, semester II juga merupakan musim serah terima (handover) unit.
“Segmen healthcare dari SILO juga tetap tumbuh, walau tidak lagi terkonsolidasi penuh ke LPKR,” katanya.
Baca Juga: Kinerja Saham Bank BUMN Kamis (21/8): BBNI Menguat, BBTN Melemah Terdalam
Sementara, sentimen negatif berasal dari basis operasional properti dan retail yang masih rapuh lantaran pelemahan daya beli konsumen.
Masalah Meikarta juga masih menyisakan risiko reputasi dan eksekusi proyek. “Margin tipis di MLPT dan SILO pun membatasi pertumbuhan profit Grup,” ungkapnya.
Arinda pun merekomendasikan beli untuk LPPF dan SILO dengan target harga masing-masing Rp 2.070 per saham dan Rp 2.880 per saham.
Pengamat pasar modal sekaligus Founder WH-Project, William Hartanto mencermati, saham LPKR tengah dalam tren menguat dengan support di level Rp 93 per saham dan resistance Rp 112 per saham.
“LPKR membentuk double bottom pattern dengan level konfirmasi pada Rp 97 per saham,” katanya kepada Kontan, Kamis.
Sementara, saham MLPT juga tengah dalam tren menguat, namun terjadi tekanan jual beberapa hari terakhir. Pergerakannya ada di level support Rp 62.800 per saham dan resistance Rp 80.425 per saham.
William pun merekomendasikan beli untuk LPKR dengan target harga Rp 112 per saham dan buy on weakness untuk MLPT dengan target harga Rp 80.425 - Rp 90.000 per saham.
Selanjutnya: Siap-Siap Iuran BPJS Kesehatan Naik di 2026
Menarik Dibaca: Spesifikasi Samsung Z Flip 7 Mengusung Layar Ultra Bright,Nyaman di Luar Ruangan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News