Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten produsen batubara kurang mentereng pada periode kuartal pertama tahun ini. Meski tetap mampu meraup keuntungan, namun top line dan bottom line mayoritas emiten batubara kompak merosot.
Sebagai contoh, tengok saja PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang meraih pendapatan Rp 9,40 triliun selama tiga bulan pertama 2024, merosot 5,52% dibanding periode yang sama tahun lalu (Year on Year/YoY). Laba bersih emiten batubara plat merah ini ambles 31,98% (YoY) jadi Rp 790,94 miliar.
Kemudian emiten batubara milik taipan Garibaldi "Boy" Thohir, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO). Pendapatan ADRO merosot 21,31% (YoY) menjadi US$ 1,44 miliar, sedangkan laba bersihnya menyusut 18,27% (YoY) menjadi US$ 374,34 juta.
Baca Juga: Kinerja Operasional Emiten Batubara di Kuartal I-2024 Moncer
Tak hanya ADRO, emiten batubara milik konglomerat Low Tuck Kwong juga mengalami penurunan kinerja. PT Bayan Resources Tbk (BYAN) mengantongi pendapatan US$ 769,12 juta, lebih rendah 26,68% secara tahunan. Sementara laba bersih BYAN anjlok 49,71% (YoY) menjadi US$ 210,64 juta.
Emiten tambang batubara lain yang top line dan bottom line-nya kompak merosot pada kuartal I-2024 di antaranya ada PT ABM Investama Tbk (ABMM), PT Baramulti Suksessarana Tbk (BSSR), PT Mitrabara Adiperdana Tbk (MBAP) dan PT Golden Eagle Energy Tbk (SMMT).
Beda nasib dengan yang lain, ada juga emiten batubara yang membukukan kenaikan laba. Seperti PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang mencatatkan pertumbuhan laba bersih 12,28% (YoY) menjadi US$ 67,64 juta, meskipun pada saat yang sama pendapatan BUMI merosot 31,62% (YoY) menjadi US$ 311,01 juta.
Anak usaha ADRO, PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) bahkan mampu menumbuhkan pendapatan dan laba bersihnya. Pada kuartal I-2024, ADMR mencetak pendapatan usaha US$ 274,53 juta atau naik 15,23% (YoY) menjadi US$ 274,53 juta. Sementara laba bersih ADMR melonjak 37% (YoY) menjadi US$ 116,04 juta.
Baca Juga: Emiten Batubara Cetak Kinerja Positif di Kuartal I-2024
Secara operasional, sebagian emiten sebenarnya mampu mengerek naik volume produksi dan penjualan batubara. Namun, harga penjualan rata-rata alias Average Selling Price (ASP) batubara yang menciut lebih menekan kinerja emiten.
Tengok saja ADRO yang memproduksi batubara sebanyak 18,07 juta ton dengan volume penjualan 16,48 juta ton pada kuartal I-2024. Masing-masing mencerminkan kenaikan 15% dan 5% dibanding kuartal I-2023.
Tapi pada saat yang sama ASP batubara mengalami penurunan 24%. Tak jauh berbeda dari PTBA yang mendongkrak volume produksi dan penjualan. Volume produksi PTBA naik 7% menjadi 7,3 juta ton. Sementara volume penjualan tumbuh 10% menjadi 9,7 juta ton.
Hanya saja, rata-rata indeks harga batubara ICI-3 terkoreksi sekitar 21% secara tahunan dari US$ 100,44 per ton menjadi US$ 78,9 per ton. Sedangkan rata-rata indeks harga batubara Newcastle ambles 49% menjadi US$ 125,76 per ton.
Baca Juga: Bisnis Emiten Batubara Masih Hadapi Tantangan, Ini Rekomendasi Saham ADRO hingga HRUM
Analis Mirae Asset Sekuritas, Rizkia Darmawan menegaskan tren harga komoditas memang menjadi faktor yang dominan memengaruhi kinerja emiten batubara. Investor sudah cenderung mem-priced in katalis tersebut dengan prospek kinerja dan estimasi saham emiten.
Dalam kondisi harga yang merosot secara tahunan, Rizkia menilai akan lebih ideal membandingkan kinerja secara kuartalan (QoQ) lantaran tren harga batubara relatif lebih stabil atau tidak terjadi penurunan yang tajam. Selain harga batubara, faktor penting yang akan memengaruhi perolehan laba adalah komponen biaya dari emiten tersebut.
Sehingga, ada emiten yang secara top line sesuai ekspektasi, tapi bottom line-nya di bawah perkiraan. "Kemungkinan ada perubahan dari sisi komponen biaya yang memengaruhi cash cost produksi per ton-nya," kata Rizkia kepada Kontan.co.id, Minggu (5/5).