Reporter: Grace Olivia | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten peternakan unggas di awal tahun ini tampak meyakinkan, tak terkecuali PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. Harga jual ayam broiler dan day old chicken (DOC) yang stabil menjadi katalis positif bagi kinerja emiten berkode saham CPIN di Bursa Efek Indonesia (BEI) sepanjang tahun 2018.
Tengok saja laba bersih CPIN sepanjang kuartal I-2018 lalu, berhasil tumbuh 59,16% menjadi Rp 996 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Melonjaknya laba bersih ini disokong oleh laba kotor yang juga tercatat naik sebesar 41% menjadi Rp 1,99 triliun dan laba operasional yang tumbuh 64% ke posisi Rp 1,4 triliun dari Rp 849 miliar di periode yang sama tahun 2017.
Analis Danareksa Sekuritas Adeline Solaiman menjelaskan, kenaikan laba bersih CPIN ini didorong oleh segmen ayam broiler dan DOC. Namun, bukan volume penjualannya yang meningkat, melainkan faktor harga jual rata-rata atawa average selling price (ASP) yang cenderung lebih stabil sejak Desember lalu hingga Maret 2018.
Adeline merinci, hingga April, harga rata-rata penjualan DOC mencapai Rp 4.831 per kilogram (kg) atau naik 24,8% yoy. Sementara, harga jual ayam broiler naik 23% yoy menjadi Rp 19.321 per kg. "ASP untuk broiler dan DOC semakin stabil dan masih akan naik sedikit sepanjang Mei ini," kata dia, Senin (21/5).
Analis Samuel Sekuritas Marlene Tanumihardja menambahkan, apiknya kondisi bottom line CPIN awal tahun ini juga didukung oleh beban pokok penjualan yang turun lantaran harga jagung yang lebih rendah, serta panen raya di sejumlah daerah di Indonesia. Terbukti, CPIN berhasil menekan cost of goods sold (COGS) atau beban pokok penjualannya sebesar 7% yoy dari Rp 10,59 triliun menjadi Rp 9,86 triliun.
Antisipasi pasca Lebaran
Oleh karena itu, dia meyakini, volume penjualan CPIN mampu naik pada kuartal-kuartal selanjutnya. "Terutama kuartal II seiring dengan adanya momentum Lebaran. Kami juga menyoroti penjualan ritel makanan yang lebih baik di kuartal ini," tulisnya dalam risetnya, 2 Mei 2018.
Adeline sepakat, volume penjualan CPIN seharusnya bisa membaik di kuartal selanjutnya. Apalagi penurunan volume penjualan ayam broiler sekitar 0,7% sepanjang Januari-Maret lalu disebabkan pemilihan peternak independen yang lebih selektif untuk plasma broiler.
Hal tersebut menyebabkan, jumlah peternak independen yang mengembangbiakkan ayam menjadi lebih sedikit. "Tapi, di kuartal II, jumlah rekan peternak independen akan kembali normal, bahkan lebih ekspansif. Jadi, harusnya volume penjualan juga bisa bertambah," katanya.
Namun, Adeline menilai, kinerja CPIN hingga akhir tahun masih dibayangi sejumlah risiko. Pertama, harga kedelai yang masih dalam tren bullish secara global. Di kuartal I-2018, harga kedelai sudah naik 4,7% yoy. Seperti yang diketahui, bungkil dari kedelai biasanya dicampur dengan jagung untuk menjadi bahan baku pakan ternak.
Kedua, kinerja CPIN juga berpotensi tertekan oleh kondisi rupiah yang masih terdepresiasi. "Dampaknya mungkin belum kelihatan sekarang, tapi nanti di kuartal III," ujar Adeline. Tingginya harga bahan baku dan melemahnya nilai tukar rupiah berpotensi mengerek COGS yang ujungnya menggerus pertumbuhan margin laba ke depan.
Selain itu, harga jual ayam di pasar pasca lebaran juga masih perlu dipantau. Pasalnya, pada periode tersebut harga akan kembali turun. Jika bersamaan dengan itu CPIN belum mampu meningkatkan volume penjualan, kinerja CPIN di kuartal III berpotensi merosot tajam.
Adeline memproyeksi, pendapatan CPIN di akhir tahun bisa tumbuh 6% menjadi Rp 52,33 triliun. Sementara, laba bersih diprediksi naik pesat 60% menjadi Rp 3,99 triliun.
Mengantisipasi risiko yang masih berpotensi menghambat kinerja, ia memilih menahan rekomendasinya pada posisi hold dengan target harga Rp 4.000 per saham. "Potensi upside memang masih ada, yaitu 14%. Tapi, amannya lihat dulu gejolak harga pasca lebaran nanti," tuturnya.
Sebaliknya, Marlena cukup yakin potensi upside harga saham CPIN sehingga ia memilih memberi menyarankan beli dengan target harga Rp 4.300 per saham.
Adapun, analis BCA Sekuritas Johanes Prasetia mengubah rekomendasinya dari hold menjadi beli, serta menaikkan target dari Rp 3.100 jadi Rp 4.100 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News