Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tiga emiten tambang mineral & logam konstituen indeks prestisius LQ45 sudah merilis laporan keuangan periode semester I-2024. Mereka adalah PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Dimulai dengan AMMN yang melaporkan kinerja tengah tahun pada akhir pekan lalu, Jum'at (26/7). Top line dan bottom line emiten tembaga & emas yang terafiliasi dengan Grup Salim dan Medco ini kompak menanjak dengan level kenaikan signifikan.
Pendapatan AMMN melejit 166,76% secara tahunan (Year on Year/YoY) dari US$ 580,52 juta menjadi US$ 1,54 miliar. Sedangkan laba bersih AMMN terbang 300% (YoY) dari US$ 118,80 juta ke level US$ 475,25 juta.
Direktur Keuangan AMMN Arief Sidarto mengungkapkan lonjakan kinerja keuangan pada semester I-2024 terutama didorong oleh peningkatan signifikan dalam volume penjualan tembaga dan emas. Masing-masing tumbuh sekitar 126% dan 188% secara tahunan.
AMMN juga melakukan efisiensi operasional, di tengah kenaikan harga emas sekitar 13% (YoY) yang semakin mendorong kinerja. Sedangkan Presiden Direktur AMMN Alexander Ramlie menegaskan bahwa kinerja pada semester I-2024 mencapai level tertinggi dalam tujuh tahun terakhir.
Baca Juga: Rekomendasi Saham Tambang Unggulan di Tengah Musim Rilis Laporan Keuangan
Di awal pekan ini, Senin (29/7), dua emiten anggota holding pertambangan BUMN, MIND ID, merilis laporan keuangan. Mereka adalah ANTM dan INCO. ANTM meraup penjualan Rp 23,18 triliun atau tumbuh 7%. Namun laba bersih ANTM menurun 17,55% menjadi Rp 1,55 triliun pada semester I-2024.
Sekretaris Perusahaan Aneka tambang Syarif Faisal Alkadrie mengatakan ANTM mencetak pertumbuhan penjualan dengan mengatasi tantangan operasional yang disebabkan oleh kendala perizinan. Kinerja ANTM juga dibayangi tantangan geopolitik-ekonomi global serta fluktuasi harga komoditas.
ANTM pun memasang strategi memperkuat basis pelanggan domestik. "Agar dapat memberikan fondasi yang lebih solid untuk pertumbuhan jangka panjang dan ketahanan bisnis di tengah tantangan geopolitik dan ekonomi global," ungkap Syarif dalam keterbukaan informasi, Senin (29/7).
Kinerja INCO turun lebih dalam. Pendapatan emiten nikel ini terpangkas 27,34% secara tahunan menjadi US$ 478,75 juta. Sementara laba bersih INCO anjlok 82,05% ke level US$ 37,28 juta.
Presiden Direktur Vale Indonesia Febriany Eddy menyatakan INCO akan terus mendorong penghematan biaya untuk memastikan biaya tunai per unit tetap kompetitif dalam upaya menghasilkan margin yang sehat. "Meski kondisi pasar tidak menentu, kami tetap berkomitmen mengoptimalkan kapasitas produksi, meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya," kata Febriany.
Beragamnya kinerja emiten sejalan dengan pergerakan harga saham yang bervariasi. Tengok saja AMMN yang berada di barisan atas top leaders penggerak indeks, dengan mengakumulasi kenaikan harga saham 87,02% secara year to date.
Berbeda nasib, laju saham ANTM dan INCO masih teringgal (laggard), masing-masing melemah 23,17% dan 11,28%. Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer menyoroti katalis penggerak kinerja dan harga saham emiten tambang masih terkait dengan fluktuasi harga komoditasnya.
Sentimen penting yang akan menjadi penentu adalah tingkat inflasi terutama di Amerika Serikat (AS) dan pemangkasan suku bunga acuan di periode akhir tahun ini. Dia melirik komoditas emas yang lebih sensitif terpapar sentimen global, salah satunya dari efek pemilihan presiden AS.
"Komoditas global akan berfluktuasi seiring dengan sentimen tersebut. Keputusan bank sentral akan menentukan arah volatilitas, terutama harga komoditas emas," terang Miftahul kepada Kontan.co.id, Senin (29/7).
Baca Juga: Intip Rekomendasi Medco Energi Internasional (MEDC) di Tengah Fluktuasi Harga Minyak
Analis Stocknow.id Abdul Haq Alfaruqy mengamati sejauh ini harga komoditas mineral secara umum cukup stabil. Sehingga kemungkinan emiten tambang lainnya masih bisa membukukan laba pada laporan keuangan semester I-2024.
Perolehan laba ini akan menjadi sentimen penting yang memengaruhi pergerakan harga sahamnya. Abdul Haq mencontohkan AMMN yang harga sahamnya lanjut menanjak di tengah kinerja yang di atas ekspektasi.
Sementara itu, kinerja ANTM menunjukkan perbaikan secara kuartalan. "Sehingga harga saham ANTM masih mendapat apresiasi dari para investor, walaupun kemungkinan tidak dalam jangka panjang," ungkap Abdul Haq.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Timothy Wijaya dalam riset terbarunya, Senin (29/7), masih mempertahankan rating overweight untuk emiten tambang logam. Di antara saham pilihan Timothy di sektor ini, saham ANTM dan INCO masuk ke dalam rekomendasi buy dengan target harga Rp 2.000 dan Rp 5.700.
Sedangkan secara teknikal, Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo merekomendasikan buy saham AMMN dan speculative buy ANTM. Saran dia, cermati support Rp 10.900 dan resistance Rp 14.000 pada AMMN, serta support Rp 1.175 dan resistance Rp 1.405 untuk ANTM.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana turut menyodorkan saham AMMN dan ANTM, namun dengan saran mencermati peluang buy on weakness. Target harga untuk ANTM dan AMMN berada di level Rp 1.400 - Rp 1.500 dan Rp 12.700 - Rp 13.200. Selain itu, speculative buy INCO dengan target Rp 3.840 - Rp 3.910.
Abdul Haq menyarankan trading buy saham AMMN untuk target harga Rp 12.475 - Rp 12.925 dan stoploss di Rp 11.550. Sedangkan Miftahul menyematkan trading buy ANTM untuk target Rp 1.400. Kemudian hold saham AMMN dengan target harga Rp 12.900 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News