Reporter: Nova Betriani Sinambela | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produk berbasis Environmental, Social, and Governance (ESG) tidak pernah lepas dari sorotan. Baru-baru ini topik energi terbarukan menjadi salah satu topik utama Conference of Parties 29 United Climate Change Conference (COP29 UNFCCC).
Selain itu, dorongan untuk mengadopsi energi hijau juga tercermin dalam keberadaan Indeks Sri Kehati. Indeks tersebut bertujuan mengukur kinerja perusahaan yang berkomitmen pada prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG).
Kendati demikian, Direktur Panin Asset Management (Panin AM) Rudiyanto mengatakan kesadaran investor terhadap produk investasi berbasis ESG masih tergolong rendah. Sebagian besar investor cenderung lebih fokus pada potensi imbal hasil dibandingkan aspek keberlanjutan.
Baca Juga: Produk Terstruktur Masih Lesu, Begini Strategi BEI
"Ketika investor beli yang dilihat bukan ESG tetapi kinerja. Kalau performa bagus, ESG atau bukan, ya akan diminati," katanya kepada KONTAN, Selasa (26/11).
Kalau pun ada, lanjutnya, hanya sebagian kecil investor, terutama institusi asing dan individu tertentu yang menjadikan tujuan ESG sebagai prioritas utama dalam berinvestasi.
Di Panin AM, terdapat dua produk ESG, pertama Panin Dana Teladan. Kinerja produk ini turun 5,29% secara YTD. Sementara dana kelolaan sebanyak Rp 1,44 triliun per 31 Oktober 2024.
Kedua, Panin Sri Kehati masuk dalam indeks saham SRI-KEHATI. Berdasarkan situs Panin AM, kinerja produk ini turun 7,47% secara year to dated (YTD). Sementara Asset Under Management (AUM) sebanyak Rp 157,31 miliar per 31 Oktober 2024.
Baca Juga: Prospek Bisnis Kontrak Pengelolaan Dana di Sejumlah Manajer Investasi Masih Positif
Berdasarkan fund fact sheet per Oktober 2024, reksadana Sri Kehati diisi oleh sejumlah saham blue chip.
Beberapa di antaranya yang menonjol adalah oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar 15,08%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) 14,44%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar 14,40%, dan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) sebesar 14,60%.
Ini juga sejalan dengan indeks SRI-KEHATI yang terlihat negatif, per Selasa (26/11) indeks ini mencatatkan minus 9,68%.
Di tengah penurunan ini, Rudy merekomendasikan agar investor bisa masuk secara bertahap. Indeks SRI-KEHATI diisi oleh saham blue chip, oleh sebab itu masih ada potensi menghasilkan kinerja baik.
Baca Juga: Pasar Modal Lesu, Bisnis Sekuritas Kena Imbasnya
Terkait penurunan kinerja tersebut, pemicunya adalah keluarnya dana asing, dan membuat harga saham terkontraksi dalam. Kondisi tersebut pun berdampak pada kinerja indeks SRI-KEHATI. Rudy menjelasakan bahwa saham-saham blue chip cenderung mengikuti pergerakan aliran dana asing.
Lebih lanjut, katanya, keluarnya dana asing ini disebabkan kekhawatiran terhadap kebijakan inflasi Trump yang diperkirakan akan kembali tinggi. Hal ini menimbulkan ekspektasi bahwa penurunan suku bunga akan tertunda, sehingga mengurangi daya tarik pasar domestik bagi investor asing.
Selanjutnya: Produksi Diproyeksi 32 Juta Ton, Pemerintah Optimistis Impor Beras di 2025 Berkurang
Menarik Dibaca: Promo Alfamart Spesial Pilkada, Beli 1 Gratis 1 Es Krim-Sampo Hanya 27 November 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News