Reporter: Aulia Ivanka Rahmana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bisnis sekuritas di Indonesia tertekan akibat imbas dari kelesuan pasar modal. Penurunan transaksi perdagangan saham, penawaran umum perdana saham atawa Initial Public Offering (IPO) yang diwarnai oleh emiten dengan aset kecil, serta aliran dana asing yang terus hengkang dari pasar keuangan Indonesia.
Berdasarkan data transaksi periode 11 hingga 14 November 2024 yang dihimpun Bank Indonesia (BI), aliran modal asing keluar dari pasar saham, dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Terdiri dari jual neto sebesar Rp 4,12 triliun di pasar saham, dan jual neto sebesar Rp 3,65 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Dalam waktu bersamaan, asing tercatat beli neto atau masuk ke pasar keuangan dalam negeri sebesar Rp 350 miliar di Surat Berharga Negara (SBN). Sementara, asing tercatat beli neto atau masuk ke pasar keuangan dalam negeri sebesar Rp 0,91 triliun di SRBI.
Baca Juga: Dapen Mandiri: SRBI Sumbang Porsi 6,93% dari Total Nilai Investasi
Mengenai hal ini, PT Kiwoom Sekuritas Indonesia mengakui, sentimen tersebut jadi salah satu faktor turunnya pendapatan bisnis sekuritas, khususnya pada nilai transaksi saham.
Per sembilan bulan pertama tahun ini, Kiwoom sekuritas mencatat penurunan transaksi saham sebesar 17,6% secara year on year (YoY) atau tahunan.
VP Marketing, Strategy and Planning PT Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi menjelaskan, saat transaksi saham menurun, maka investor cenderung defensif atau melakukan realokasi ke aset investasi lainnya.
Saat ini, pendapatan perusahaan didorong dari biaya transaksi saham, serta dari klien institusi dan ritel. Sehingga, akan lebih sensitif saat terjadi fluktuasi pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Selain itu, pendapatan juga didorong oleh pendapatan bunga deposito senilai Rp 7,98 miliar.
"Kami berpandangan permintaan dan pergerakan pasar saham akan cenderung membaik di tahun depan beberapa sentimen yang menjadi penopang," ujar Audi kepada Kontan, Rabu (20/11).
Adapun penopangnya yakni, normalisasi suku bunga acuan bank sentral, stabilitas ekonomi makro, inflasi, nilai tukar Rupiah, dan potensial return yang lebih tinggi akan mendorong pengalihan investasi ke pasar saham.
Baca Juga: Penerbitan Obligasi Korporasi Tetap Semarak, Begini Peluang dan Risiko Investasinya
Selain dari transaksi nasabah dan pendapatan bunga dari deposito, Kiwoom Sekuritas Indonesia juga tengah memperluas penawaran produk investasi kepada nasabah, seperti pengembangan penjualan Reksadana (APERD).
"Karena kami juga ingin memberikan produk yang dapat menjadi diversifikasi nasabah kami di tengah ketidakstabilan pasar saham, khususnya untuk produk di pendapatan tetap yang lebih stabil," ujarnya.
Pada tahun depan, Kiwoom Sekuritas masih tetap fokus pada transaksi saham, pendapatan bunga, dan perluasan diversifikasi produk investasi lainnya kepada nasabah perusahaan.
Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto juga memiliki pandangan yang sama. Menurutnya, bisnis sekuritas secara umum pasti turut mengalami tekanan jika transaksi pasar modal sedang menurun.
"Karena sebagian besar pendapatan dari komisi transaksi dari para nasabahnya. Dalam kondisi ini tentu tidak bisa mengandalkan komisi transaksi untuk menopang kinerja," kata Pandhu kepada Kontan, Rabu (20/11).
Pandhu mengatakan, faktor yang bisa membantu untuk menopang kinerja yakni dari segmen penjaminan emisi efek atau underwriter. Namun jika dilihat dari nilai IPO sepanjang tahun ini yang kecil-kecil tentu juga akan sulit untuk mendongkrak pendapatan.
Baca Juga: Bank Indonesia Beberkan Penyebab Rupiah Melemah 0,84% Pada September 2024
Ada beberapa segmen lain yang bisa menjadi sumber pendapatan bisnis sekuritas di Indonesia, diantaranya jasa waran terstruktur, jasa pembiayaan atau pendanaan yang memberikan trading limit dengan bunga tertentu, atau dengan mengoptimalkan kelebihan dana yang dimiliki untuk diinvestasikan secara langsung baik ke saham ataupun obligasi.
"Karena mungkin tidak banyak nasabah yang menggunakan limit atau margin di masa seperti ini," tuturnya.
Sejauh ini, Investindo Nusantara Sekuritas melihat prospes waran terstruktur cukup menarik terutama dari sisi penerbit, rata-rata dapat mendulang keuntungan meski nilainya tidak terlalu signifikan terhadap total pendapatan.
Namun, menurut analisa Pandhu, produk ini masih relatif baru. Meksi ada peluang, perlu beberapa waktu agar produk ini berkembang, seiring dengan semakin luasnya jangkauan edukasi kepada masyarakat terlebih dahulu.
"Dalam menghadapi kondisi pasar modal yang sedang lesu, sekuritas bisa mencoba berbagai segmen produk atau fitur yang disediakan oleh BEI. Perlu inovasi dengan bercermin pada bursa luar yang sudah mengembangkan berbagai produk derivative supaya tetap menarik bagi para trader atau investor," ungkapnya.
Baca Juga: BI Catat Penerbitan SRBI Capai Rp 968 Triliun Hingga 18 November 2024
Untuk tahun depan, Pandhu memperkirakan transaksi pasar modal dapat kembali bergairah seiring siklus ekonomi yang membaik, terutama ketika suku bunga mulai dipangkas dan para pengusaha lebih berani untuk terjun menjalankan bisnis.
Founder dan Presiden Direktur Surya Fajar Sekuritas Steffen Fang menjelaskan, sejumlah unit bisnis sekuritas yang mengalami penurunan dalam kondisi ini yaitu brokerage, underwriter, asset management, dan financial advisory.
"Dapat dipastikan semua segmen tersebut mengalami penurunan. Semua segmen tersebut sebenarnya sangat bisa diandalkan sebagai sumber penghasilan sekuritas," ujar Steffen Fang kepada Kontan, Rabu (20/11).
Dengan catatan, perlu menjaga stabilitas oleh para stakeholder dalam industri ini. Sebab, sekuritas tidak bisa bergerak sendiri dalam memajukan pasar modal.
Selanjutnya: Menteri Ara Usulkan Ukuran Rumah Baru Rakyat, Tipe 35 dan 50 Meter Persegi
Menarik Dibaca: Apakah Kulit Berminyak Perlu Moisturizer? Ini Jawabannya Menurut Dokter Kulit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News