kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Kenaikan SBN di reksadana pada Oktober 2015 minim


Senin, 09 November 2015 / 19:19 WIB
Kenaikan SBN di reksadana pada Oktober 2015 minim


Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) yang dapat diperdagangkan dalam reksadana bertambah sepanjang Oktober 2015. Namun, kenaikan tersebut lebih minim dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya.

Mengacu data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan per 6 November 2015, akumulasi SBN di reksadana tercatat Rp 62,01 triliun.

Adapun sepanjang Oktober 2015, kepemilikan instrumen ini oleh para manajer investasi sudah menggemuk Rp 550 miliar menjadi Rp 62,18 triliun. Kenaikan tersebut lebih rendah dibandingkan pertumbuhan sepanjang September 2015 yang terangkat Rp 2,55 triliun.

Analis Sucorinvest Central Gani Ariawan menjelaskan, ketidakpastian memang melanda pasar global maupun domestik sepanjang September 2015, semisal spekulasi kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed serta aksi China mendevaluasi mata uang Yuan.

Makanya investor mengincar instrumen yang lebih stabil, semisal reksadana pendapatan tetap yang minimal 80% dananya diparkir pada efek surat utang, semisal obligasi korporasi dan SUN.

"Justru biasanya permintaan produk reksadana pendapatan tetap akan meningkat ketika pasar tertekan. Sebab, investor mengincar instrumen yang lebih aman dibandingkan yang beraset dasar saham," paparnya.

Animo investor yang berburu reksadana pendapatan tetap pun mengerek akumulasi SUN pada reksadana sepanjang September 2015. Apalagi efek ini diterbitkan oleh pemerintah yang notabene bebas risiko alias risk free. Tekanan pasar surat utang kala itu juga tidak sedalam pasar saham.

Lihat saja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara month on month (mom) per September 2015 yang minus 6,34%. Sedangkan rata-rata harga obligasi pemerintah yang tercermin pada Infovesta Government Bond Index hanya minus 2,34% periode sama.

Analis Millenium Capital Management Desmon Silitonga menuturkan, para pelaku manajer investasi kala itu juga mencuri kesempatan untuk menghimpun SUN. Sebab, valuasinya sudah murah. Yield SUN seri acuan bertenor 10 tahun sempat menyentuh level 9,5%.

Namun, lanjut Desmon, di kala pasar dalam negeri membaik pada Oktober 2015, investor mengalihkan dananya kembali ke reksadana yang berbasis saham karena umummnya memberikan return lebih menarik. Walhasil, kenaikan akumulasi SUN di reksadana pada masa itu tidak setinggi bulan sebelumnya.

Ketidakpastian global memang berkurang pada Oktober 2015 pasca The Fed kembali menunda rencana kenaikan suku bunga acuannya. Mata uang Garuda pun menguat dari level Rp 14.700 menjadi Rp 13.600-an.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×