Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Minat investor asing terhadap pasar surat utang domestik mulai pulih.
Lihat saja dana asing dalam Surat Berharga Negara (SBN) yang dapat diperdagangkan ada kenaikan Rp 3,37 triliun periode 1 Oktober 2015 – 21 Oktober 2015.
Situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat, per 21 Oktober 2015, kepemilikan asing di SBN mencapai Rp 526,75 triliun.
Jumlah ini menggemuk dibandingkan posisi akhir bulan September 2015 sebesar Rp 523,38 triliun.
Analis Millenium Capital Management Desmon Silitonga menjelaskan, sepanjang bulan Oktober 2015, tekanan terhadap pasar surat utang dalam negeri memang berkurang.
Indikator pertama, ada kenaikan harga Surat Utang Negara (SUN) seri acuan alias benchmark. Dari akhir September 2015 hingga 26 Oktober 2015, harga FR0069 naik 2,77% menjadi 98,13. Yield instrumen ini menciut dari posisi 9,404% menjadi 8,508%.
Pada periode sama, harga FR0070 bertambah 5,45% menjadi 98,588. Imbal hasil instrumen tersebut menyusut dari semula 9,512% menjadi 8,612%.
Lalu harga SUN FR0071 terangkat 5,67% ke level 100,577. Yield surat utang ini mengecil dari posisi 9,647% menjadi 8,923%.
Begitu pula dengan harga FR0068 yang melambung 7,64% menjadi 94,635. Yield surat utang tersebut pun merosot dari 9,803% menjadi 8,974%.
Ketika harga obligasi naik, yield instrumen ini akan meluncur. Sebaliknya, saat harga obligasi terkoreksi, yield-nya bakal bertambah.
Menurut Desmon, masuknya dana asing ke pasar surat utang Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, berkurangnya ketidakpastian di pasar global sehingga berimbas positif bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Memang Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed menunda kenaikan suku bunga acuannya pada September 2015.
Kedua, besaran yield SUN dalam negeri yang terbilang lebih tinggi ketimbang negara-negara lainnya. Mengacu situs Asian Bonds Online pada Senin (26/10), yield obligasi tenor 10 tahun pemerintah Vietnam mencapai 7,167%, Thailand 2,582%, Filipina 3,677%.
“Yield Indonesia lebih menarik ketimbang negara tetangga. Kebanyakan investor asing portofolio investasinya jangka panjang,” tukas Desmon.
Analis Infovesta Utama Praska Putrantyo memaparkan, inflasi dalam negeri yang relatif stabil juga menjadi sentimen positif bagi pasar surat utang.
Badan Pusat Statistik mencatat, Indonesia mencatat deflasi sebesar 0,05% pada September 2015. Secara year to date, inflasi Tanah Air berkisar 2,24%.
Apalagi sejak beberapa pekan lalu, Indonesia sudah menelurkan lima paket kebijakan ekonomi yang disambut baik oleh para pelaku pasar.
“Kurs rupiah yang menguat di level Rp 13.600-an juga menambah katalis positif,” jelas Praska.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News