Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Situasi pasar dalam negeri yang lebih kondusif sepanjang bulan Oktober 2015 memicu bank sentral asing untuk menambah kepemilikannya di Surat Berharga Negara (SBN) domestik yang dapat diperdagangkan.
Situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, per 28 Oktober 2015, kepemilikan SBN oleh bank sentral asing menggemuk Rp 1,82 triliun atau 1,64% dibandingkan posisi akhir September 2015 menjadi Rp 112,7 triliun.
Analis Fixed Income MNC Securities I Made Adi Saputra menjelaskan, kenaikan akumulasi SUN oleh bank sentral asing sepanjang bulan Oktober 2015 memang disebabkan oleh meredupnya spekulasi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed.
Negeri Paman Sam menunda rencana kenaikan suku bunga acuannya pada FOMC Meeting yang digelar akhir September 2015 akibat perlambatan ekonomi yang melanda dunia. Data perekonomian AS kala itu juga kurang mengkilap.
“Rupiah pun membaik dari level Rp 14.700-an menjadi sekitar Rp 13.600-an. Dari domestik, Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi untuk membantu penguatan rupiah lebih lanjut,” paparnya.
Pemerintah Indonesia juga meluncurkan beberapa paket kebijakan untuk menggairahkan pasar. Apalagi Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Tanah Air mengalami deflasi sebesar 0,05% pada September 2015. Secara year to date, inflasi Tanah Air berkisar 2,24%.
Berbagai katalis positif tersebut membuat bank sentral asing percaya diri untuk memarkirkan dananya di pasar surat utang dalam negeri.
“Saat prospek lebih stabil, imbal hasil (yield) SUN Indonesia di kawasan regional juga masih cukup tinggi. Menarik bagi para investor,” lanjut Made. Mengacu Asian Bonds Online per 30 Oktober 2015, yield SUN tenor 10 tahun mencapai 8,77%. Angka tersebut lebih besar ketimbang Vietnam 8,77%, Filipina 3,67%, serta Thailand 2,62%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News