Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Porsi kepemilikan perbankan di surat berharga negara (SBN) per 19 Agustus 2021 kembali naik ke angka 34,85%. Angka ini naik dari akhir Juli yang berada di angka 31,92%.
Head of Fixed Income BNI Fayadri melihat, peningkatan porsi perbankan di obligasi negara, menunjukkan bahwa perbankan Indonesia masih berada dalam kondisi kelebihan likuiditas. Dari data terakhir yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), angka loan to deposit ratio (LDR) masih belum tumbuh signifikan.
Per Mei 2021 angka LDR perbankan masih berada di angka 80,89%, turun dari 82,44% pada Januari 2021. “Hal ini tidak terlepas dari kondisi perekonomian kita yang masih belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19,” kata Fayadri.
Baca Juga: Ini kata Ekonom Bank Permata soal burden sharing Pemerintah-BI tahun depan
Selain itu, porsi perbankan di obligasi Indonesia yang tebal akan berdampak positif terhadap likuiditas di pasar obligasi. Hal ini karena anggota diler utama surat utang negara masih didominasi oleh perbankan.
“Ketika perbankan yang sedang kelebihan likuiditas ini memberikan porsi yang cukup besar untuk investasi pada obligasi, maka likuiditas pada pasar obligasi tentunya akan menjadi semakin tinggi,” ujar Fayadri kepada Kontan.co.id, Senin (23/8).
Dengan situasi dan risiko yang sedang dihadapi, Fayadri melihat sangat wajar apabila perbankan masih berhati-hati dalam menyalurkan kredit.
Baca Juga: Bank perlu mewaspadai efek tapering off terhadap kepemilikan SBN, ini alasannya
Dia juga menilai, dengan rendahnya LDR saat ini akan berdampak pada tidak optimalnya margin yang bisa mereka hasilkan dari penyaluran kredit. “Belum lagi hilangnya potensi fee-based income dari produk/jasa perbankan ikutan yang dapat digunakan oleh debitur,” imbuhnya.
Dengan menyalurkannya pada obligasi negara, ini menurutnya solusi agar tidak mengalami spread negatif, karena dapat menguntungkan sebagai salah satu pengganti kredit.
Selain itu, investasi pada obligasi pemerintah dinilai sebagai investasi dengan tingkat risiko yang relatif terukur. Ia menilai obligasi pemerintah juga tidak hanya memberikan hasil yang menarik. Akan tetapi juga berpotensi memberikan keuntungan lain dalam bentuk capital gain.
Baca Juga: BI kembali bantu pemerintah beli SBN di 2022, ini kata ekonom
Nantinya peningkatan kembali LDR akan menjadi indikasi bahwa fungsi intermediasi antara perbankan mulai menunjukkan perbaikan. Ia juga mengatakan, peningkatan LDR juga tidak bisa diartikan serta merta akan membuat pasar obligasi menjadi turun.
Menurutnya hal ini karena masih ada beberapa lembaga keuangan lain seperti asuransi, dana pensiun, dan reksadana yang dapat menjaga pasar obligasi negara tetap likuid dan stabil. “Sampai akhir tahun saya yakin pasar obligasi pemerintah Indonesia masih akan menarik dan stabil,” pungkasnya.
Untuk obligasi tenor 10 tahun, ia memperkirakan masih ada potensi untuk mendekati yield 6,20%, per 23 Agustus, yield obligasi Indonesia tenor 10 tahun berada di angka 6,44%.
Baca Juga: Indeks obligasi korporasi kembali menyentuh rekor tertinggi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News