Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Dia juga menilai, dengan rendahnya LDR saat ini akan berdampak pada tidak optimalnya margin yang bisa mereka hasilkan dari penyaluran kredit. “Belum lagi hilangnya potensi fee-based income dari produk/jasa perbankan ikutan yang dapat digunakan oleh debitur,” imbuhnya.
Dengan menyalurkannya pada obligasi negara, ini menurutnya solusi agar tidak mengalami spread negatif, karena dapat menguntungkan sebagai salah satu pengganti kredit.
Selain itu, investasi pada obligasi pemerintah dinilai sebagai investasi dengan tingkat risiko yang relatif terukur. Ia menilai obligasi pemerintah juga tidak hanya memberikan hasil yang menarik. Akan tetapi juga berpotensi memberikan keuntungan lain dalam bentuk capital gain.
Baca Juga: BI kembali bantu pemerintah beli SBN di 2022, ini kata ekonom
Nantinya peningkatan kembali LDR akan menjadi indikasi bahwa fungsi intermediasi antara perbankan mulai menunjukkan perbaikan. Ia juga mengatakan, peningkatan LDR juga tidak bisa diartikan serta merta akan membuat pasar obligasi menjadi turun.
Menurutnya hal ini karena masih ada beberapa lembaga keuangan lain seperti asuransi, dana pensiun, dan reksadana yang dapat menjaga pasar obligasi negara tetap likuid dan stabil. “Sampai akhir tahun saya yakin pasar obligasi pemerintah Indonesia masih akan menarik dan stabil,” pungkasnya.
Untuk obligasi tenor 10 tahun, ia memperkirakan masih ada potensi untuk mendekati yield 6,20%, per 23 Agustus, yield obligasi Indonesia tenor 10 tahun berada di angka 6,44%.
Baca Juga: Indeks obligasi korporasi kembali menyentuh rekor tertinggi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News