kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kenaikan harga minyak dunia diproyeksi terus berlanjut dalam jangka pendek


Rabu, 27 Februari 2019 / 15:36 WIB
Kenaikan harga minyak dunia diproyeksi terus berlanjut dalam jangka pendek


Reporter: Amalia Fitri | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga minyak dunia masih akan terus terjadi dalam jangka pendek, namun tidak meninggalkan tren bearish.

Mengutip data dari Bloomberg pukul 15.30 WIB, harga minyak dunia jenis west texas intermediate (WTI) di pasar New York Mercantile Exchange untuk pengiriman April 2019 naik 0,7% di posisi US$ 55,89 per barel, naik dari sehari sebelumnya yang ada di US$ 55.50 per barel.

Minyak jenis brent yang didagangkan di pasar ICE ada di level US$ 65,38 per barel, naik 0,26% dari harga sebelumnya di posisi US$ 65,21 per barel. 

Analis Asia Tradepoint Future Dedy Yusuf Siregar, menjelaskan kenaikan harga minyak hari ini terjadi setelah Presiden AS, Donald Trump meminta agar negara anggota pengekspor minyak (Organization of Petroleum Exporting Countries, OPEC) tidak lagi menurunkan suplai demi mendorong harga minyak.

“Kenaikan harga minyak ini dianggap Trump tidak baik di tengah kondisi perlambatan ekonomi global. Di sisi lain, OPEC dan Rusia, tetap melaksanakan kesepakatan mereka mengurangi suplai minyak sampai semester I-2019. Baru setelah itu, mereka akan mengevaluasi kembali apakah pengurangan suplai perlu dilanjutkan sampai akhir tahun atau tidak,” jelas Dedy kepada Kontan.co.id Rabu (27/2).

Di sisi lain, produksi minyak AS juga tinggi dan diprediksi mampu melebihi volume 12 juta per barel per hari.

Ditambah lagi, di tengah alotnya kesepatakan perundingan dagang antara AS dan China, para pelaku pasar berharap impor minyak China juga tetap tinggi. Pada Januari 2019, impor minyak China mencapai lebih dari 10 juta barel per hari.

“Permintaan minyak dari China dianggap sebagai katalis positif bagi harga minyak, karena sebagian pelaku pasar menginginkan harga minyak bisa menyentuh angka US$ 60,00 per barel,” tambahnya.

Hal-hal inilah yang menyebabkan pelaku pasar cenderung khawatir dan tidak mau mengambil resiko di pasar minyak. Bagi sebagian pelaku pasar minyak, mereka cenderung mengambil aksi wait and see.

Deddy memproyeksi harga minyak masih berpotensi untuk kembali terkoreksi. Hal ini dilihat dari pernyataan Gubernur Bank Sentral AS, Jeremy Powell mengenai potensi perlambatan ekonomi yang mulai merambah kawasan Asia dan Eropa. Jika benar hal itu terjadi, maka volume permintaan minyak akan berkurang.

“Atau jika dipadukan dengan analisa teknikal, selama harga minyak tidak menembus angka US$ 57,80 per barel pada kuartal I, maka selalu ada potensi harga minyak terkoreksi atau dengan kata lain harga minyak masih akan berada dalam tren bearish,” jelasnya. 

Catatan saja, harga minyak dunia pernah berada di level US$ 57,00 per barel pada 2018 silam.

Secara teknikal, Deddy melihat harga minyak masih berada di atas Moving Average (MA) 50, dan di bawah 100 dan 200. Ini menunjukan bahwa dalam jangka pendek, kenaikan harga masih akan terjadi. Lalu, stochastic berada di level 27, RSI menguat di 57, serta MACD berada di area positif.

Deddy memprediksi harga minyak dunia akan bergerak di kisaran US$ 55,30 per barel – US$ 56,60 per barel pada perdagangan besok. Sementara dalam sepekan ke depan, dirinya meramal harga minyak akan berada di kisaran US$ 57,20 per barel – US$ 54,90 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×