Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja reksadana saham masih tertekan. Meski begitu, instrumen investasi ini masih dinilai menarik sebagai instrumen investasi jangka panjang.
Berdasarkan data Infovesta, return reksadana saham di April 2024 sebesar -5,02%. Secara kumulatif, sejak awal tahun (year to date/YtD) return yang dihasilkan -4,41%, di tengah kinerja IHSG yang mencetak pertumbuhan 0,56%.
Investment Analyst Sucorinvest Asset Management Bryan Soetopo mengatakan, salah satu penyebabnya karena adanya pelemahan di sektor keuangan sebesar 4,8%. Ini dipicu oleh rilis laporan keuangan big banks yang meleset dari ekspektasi.
Banyak reksadana juga mempertahankan overweight di saham perbankan karena fundamental yang cukup kuat pada laporan keuangan akhir 2023. Namun di bulan April 2024, BMRI mengalami pelemahan harga sekitar -3,2%, BBNI -7,9% dan BBRI -15,8.
Baca Juga: Reksadana Saham Lesu Sepanjang April 2024, Begini Prospeknya
"Sehingga menyebabkan reksadana saham tertinggal dibandingkan IHSG," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (6/5).
Di sisi lain, Bryan melihat bahwa naiknya IHSG didorong saham-saham grup Barito, seperti BREN dan TPIA yang sudah mencapai all-time high.
"Tidak banyak produk reksadana saham yang memiliki saham-saham grup Barito dan oleh karena itu banyak reksadana saham yang sedang tertinggal," jelasnya.
Ditarik lebih jauh, dalam kurun waktu 2019-2023 Infovesta Equity Fund Index memperlihatkan kinerja -16,05% dan Infovesta 90 Equity Fund Index -13%. Namun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru naik 15,45% dan LQ45 -5,10% atau lebih baik dari industri.
Meski begitu, ia menunjukkan bahwa lima tahun terakhir produk Sucorinvest Equity Fund (SEF) berhasil mencetak return 20,46%. Sehingga, ia menilai berinvestasi jangka panjang di reksadana saham masih menarik.
Menurutnya, pelemahan yang terjadi pada reksadana saham beberapa tahun terakhir karena siklus bisnis yang berbeda. Ia menjelaskan, pada 2019 sukuk bunga mencapai 6% dan kenaikannya sudah terbatas, lalu tahun 2020 pandemi Covid-19 menjadi dampak negatif terhadap IHSG sehingga berdampak pada reksadana saham.
Baca Juga: Kinerja Reksadana Saham Masih Lesu, Intip Prospek ke Depan
Untuk tahun ini, ekonomi sedang mengalami high interest rate environment yang membuat pasar saham kurang menarik untuk investor.
"Kalau The Fed bisa mengarahkan suku bunga yang lebih rendah, maka akan membikin reksadana saham jauh lebih menarik untuk diinvestasikan," terangnya.