Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas logam mulia atau emas mencatat kenaikan akhir-akhir ini. Kendati naik, tapi emas dinilai belum prospektif. Pasalnya, kenaikan dolar Amerika Serikat (AS) masih menjadi momok untuk harga logam mulia.
Berdasarkan data Trading Economics, Minggu (15/10) pada pukul 16.05 WIB, harga logam mulia tercatat menguat sepekan terakhir.
Harga emas menguat 5,47% ke US$ 1.932/ons troy, lalu perak naik 5,15% ke US$ 22.702/ons troy, dan platinum naik 0,47% ke US$ 12,53/ons troy. Hanya paladium yang mengalami pelemahan 0,89% ke US$ 1.148/ons troy.
Baca Juga: Harga Emas Masih Setinggi Kemarin, Pembeli Setahun Untung 3,64%
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa kenaikan harga logam mulia didorong masalah geopolitik di Timur Tengah. Gejolak tersebut mendorong harga minyak mentah dunia naik, sehingga harga turunannya pun naik.
"Jadi, kenaikan ini kemungkinan besar hanya sementara dan tinggal menunggu titik jenuh berupa gencatan senjata," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (12/10).
Setelah gencatan senjata, Ibrahim menilai dolar AS akan kembali menguat dan para spekulan akan kembali fundamental. Fundamental tersebut dari Bank Sentral AS yang masih akan menaikkan suku bunga di 2023 dan 2024.
"Inflasi yang masih akan cukup tinggi ini menjadi momok, jadi kenaikan harga komoditas ini sementara akibat perang," tegasnya.
Baca Juga: Harga Emas Masih Bertengger di Atas, Ogah Turun dari Banderol Kemarin!