Reporter: Agung Jatmiko, Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sesuai prediksi, Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7-day reverse repo rate (BI 7-DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 4,75%. Namun pada penutupan perdagangan kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru melemah 0,94% jadi 6.011,06.
Sejumlah analis yang dihubungi KONTAN menilai, pelemahan IHSG tersebut bukan lantaran pasar merespons negatif kebijakan BI, tapi pelaku pasar melakukan aksi ambil untung (profit taking). "Ini koreksi sehat yang wajar," kata Muhammad Nafan Aji, analis Binaartha Parama Sekuritas, kemarin
Nafan menilai positif langkah BI menaikkan suku bunga untuk menstabilkan kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) dan menghadapi potensi kenaikan suku bunga AS. "Rupiah langsung menunjukkan penguatan. Artinya kebijakan tersebut membuahkan hasil," sebut dia.
Tapi, pekerjaan rumah bank sentral dan pemerintah belum selesai. Sebab, kenaikan suku bunga dianggap tidak cukup untuk menjaga target pertumbuhan ekonomi ke depan.
Analis Senior Paramitra Alfa Sekuritas William Siregar menilai, dalam jangka panjang kebijakan menaikkan suku bunga tidak bakal membantu perekonomian. Kebijakan ini cuma cukup untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
Ia berpendapat, dalam jangka panjang kenaikan BI 7-DRR ini justru bisa menimbulkan dampak buruk, lantaran tidak menyelesaikan masalah utama. Sebab akar problemnya ada pada sisi fiskal.
Jika pemerintah tidak membenahi sisi fiskal, kebijakan moneter hanya menstabilkan rupiah dalam jangka pendek. Selain itu, kinerja sejumlah industri bisa tertekan. "Kebijakan ini akan mengorbankan konsumsi masyarakat dan sektor properti," kata William.
Menarik investor
Di lain pihak, para analis menilai kebijakan menaikkan suku bunga cukup positif untuk menarik masuk lagi dana asing. Di pasar saham saja, tahun ini dana asing yang keluar sudah Rp 39,86 triliun.
Kenaikan suku bunga akan kembali memoles prospek investasi di dalam negeri. "Kenaikan suku bunga akan menaikkan yield dan bisa menarik kembali investor masuk ke sini," kata Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri.
Meski begitu, pasar belum lepas dari sentimen negatif. Saat ini, pelaku pasar masih cenderung melakukan risk aversion. Indeks Fear & Greed saat ini berada di level 42, menunjukkan pelaku pasar masih dalam posisi fear.
Penyebabnya, pasar khawatir kejatuhan pasar modal Italia berdampak negatif ke pasar global. Investor sudah mulai memindahkan dana dari Eropa ke Inggris dan AS.
Kisruh ini juga bisa berdampak ke pasar lokal. Cuma, dampaknya sementara. "Fundamental Indonesia kuat, jadi tidak perlu khawatir," kata William. Ia yakin IHSG bisa mencapai 6.700 akhir tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News