Reporter: Sandy Baskoro, Wahyu Satriani | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Industri batubara global yang meredup turut menekan kinerja PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk pada semester I 2012. Di periode itu, emiten berkode BORN ini hanya meraih laba bersih US$ 39,04 juta, alias anjlok sampai 59% dibandingkan laba periode sama tahun lalu senilai US$ 94,51 juta.
Direktur Borneo Lumbung Energi Kenneth Raymond Allan, menyebutkan, harga jual rata-rata coking coal di paruh pertama tahun ini US$ 180 per ton. Jumlah itu menyusut 29% daripada harga jual di semester pertama tahun lalu senilai US$ 254 per ton.
Namun, volume penjualan Borneo tumbuh 30,77% year-on-year (yoy) menjadi 1,7 juta ton pada paruh tahun ini. "Kami bisa menjual lebih banyak banyak meski harga turun," ujar Kenneth kepada KONTAN, Rabu (29/8).
Kenaikan beban bunga pinjaman turut memangkas laba bersih perseroan. Sekadar mengingatkan, Borneo menarik pinjaman sindikasi senilai US$ 1 miliar dari sejumlah kreditur yang dipimpin Stanchart. Utang ini kemudian dipakai untuk mengakuisisi 23,8% saham Bumi Plc milik PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) dan Long Haul Holdings Ltd. Pinjaman tersebut berjangka waktu lima tahun dengan bunga 5,65% plus LIBOR.
"Kenaikan biaya ekspansi juga menyebabkan laba bersih tertekan dibandingkan tahun lalu," tutur Kenneth. Borneo mengalokasikan US$ 600 juta untuk belanja modal atau capital expenditure (capex) pada 2012-2013. Mayoritas capex, yakni US$ 550 juta, dipakai untuk ekspansi fasilitas dan peralatan tambang, sementara sisanya untuk infrastruktur. Dari total capex, sekitar US$ 250 juta akan digunakan pada tahun ini dan sisanya US$ 350 juta untuk 2013.
Dengan ekspansi tersebut, manajemen memproyeksikan produksi batubara mencapai 10 juta ton per tahun. Sepanjang 2011, Borneo memproduksi 3,31 juta ton batubara. Manajemen Borneo optimistis penjualan batubara meningkat menjadi 2,5 juta ton di semester II 2012.
Proyeksi itu meningkat dibandingkan produksi semester kedua tahun lalu yang hanya 1,7 juta ton. "Karena harga batubara murah, maka konsumen semakin banyak yang ingin membeli," ujar Kenneth. Jadi, sepanjang tahun ini, BORN menargetkan produksi 4,4 juta ton batubara.
Pengelola Borneo memperkirakan harga jual batubara akan meningkat di kuartal keempat tahun ini. Memasuki musim libur di kuartal IV 2012, menurut Kenneth, permintaan batubara akan menanjak sehingga harga komoditas energi itu ikut terangkat. "Meski demikian, kenaikan harga batubara mungkin tidak akan terlalu tinggi seperti tahun lalu. Harga jual rata-rata sepanjang tahun ini diperkirakan hanya sekitar US$ 180 per ton," tutur dia.
Managing Research Indosurya Asset Management Reza Priyambada mengatakan kinerja BORN sulit naik hingga akhir tahun ini. Penurunan harga batubara yang belum menunjukkan tanda-tanda kebangkitan menjadi salah satu faktor pendorong jebloknya kinerja emiten produsen batubara, termasuk Borneo.
"Sementara harga batubara turun, perusahaan harus menanggung biaya operasional besar. Meski volume penjualan naik, kenaikan biaya operasional dan beban pokok pendapatan akan membebani kinerja perseroan sehingga susah mengejar kenaikan laba bersih yang signifikan," ujar Reza.
Harga saham Borneo Lumbung Energi juga diperkirakan sulit terangkat secara signifkan. Pada perdagangan Rabu (29/8), harga BORN ditutup menurun 3,7% menjadi Rp 520 per saham dibandingkan pada pembukaan Rp 540 per saham. Reza menduga, harga saham BORN bisa menyentuh Rp 470 per saham dalam waktu satu atau dua bulan ini. "Investor kurang berminat pada saham BORN setelah perseroan masuk ke Bumi Plc, susah mengharap ada kenaikan harga," ungkap Reza.
Dia merekomendasikan investor jangan masuk ke saham BORN dengan kondisi pasar seperti saat ini. Sedangkan investor yang sudah telanjur menggenggam saham BORN, Reza menyarankan melepas saham tersebut. "Investor bisa melepas dengan konsekuensi cut loss. Investor bisa pindah ke saham-saham semen atau konsumer yang lebih bagus," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News