Reporter: Klaudia Molasiarani | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun lalu bukan tahun yang menguntungkan bagi PT Garuda Indonesia Tbk. Perusahaan ini mencatat rugi bersih sebesar US$ 213,4 juta. Tahun 2016, perusahaan pelat merah itu masih mengantongi laba US$ 9,4 juta.
Sebanyak US$ 67,6 juta kerugian Garuda Indonesia terkait operasional. Sementara rugi US$ 145,8 juta selebihnya merupakan biaya yang harus mereka tanggung terkait dengan pengampunan pajak atau tax amnesty dan denda pengadilan.
Merunut laporan keuangan Garuda Indonesia ke belakang, perusahaan ini sudah menanggung lonjakan rugi bersih sejak kuartal I hingga kuartal III 2017. Sementara dari sisi pendapatan, perusahaan penerbangan plat merah ini masih mencatatkan kenaikan pendapatan usaha.
Sepanjang tahun 2017, misalnya, Garuda Indonesia mengantongi pendapatan usaha sekitar US$ 4,18 miliar. Nilai perolehan tersebut sama saja tumbuh sekitar 8,29% dibandingkan dengan periode sama satu tahun sebelumnya. Pendapatan dari penerbangan berjadwal menjadi kontributor utama perusahaan tersebut (lihat infogarfis).
Pemberat kinerja Garuda Indonesia 2017 adalah kenaikan beban operasional hingga 13,03% yoy menjadi sekitar US$ 4,25 miliar. Nilai beban operasional tersebut bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan usaha perusahaan ini. Kontributor terbesar beban operasional adalah biaya bahan bakar (avtur) sebesar US$ 1,16 miliar.
Selain faktor pembengkakan beban operasional, siklus pasar dan kejadian luar biasa juga menjadi tantangan Garuda Indonesia lain. Sebagai contoh, pendapatan usaha kuartal IV 2017 tercatat sekitar US$ 1,07 miliar. Jumlah tersebut menyusut 12,29% dibandingkan dengan kuartal III-2017 atau dihitung secara quarter on quarter (qoq).
Menurut Pahala N. Mansury, Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, faktor peak season dan low season mempengaruhi perbedaan kinerja pada dua kuartal tersebut. Momentum Lebaran pada kuartal III lebih mampu menyedot penumpang ketimbang momentum Natal dan akhir tahun pada kuartal IV. "Triwulan ketiga peak season-nya lebih signifikan," terangnya saat konferensi pers di Jakarta, Senin (26/2).
Renegosiasi kontrak
Faktor lain yang juga mempengaruhi jumlah penumpang adalah erupsi Gunung Agung di Bali. Garuda Indonesia mencatat, fenomena alam tersebut menyebabkan jumlah penumpang penerbangan internasional pada kuartal IV 2017 menyusut. "Pengaruhnya bisa antara US$ 1 juta hingga US$ 1,5 juta," ungkap Pahala.
Garuda Indonesia mencatat, sepanjang tahun lalu mengangkut total 24 juta penumpang. Perinciannya, 19,2 juta penumpang domestik dan 4,8 juta penumpang internasional. Sebagai catatan, jumlah penumpang itu hanya mencakup maskapai penerbangan Garuda Indonesia saja.
Meski membukukan kinerja tidak menggembirakan pada tahun lalu, Garuda Indonesia berjanji akan memperbaiki kinerja itu. Perusahaan berkode saham GIAA di Bursa Efek Indonesia itu berharap bisa membukukan laba bersih tahun berjalan US$ 8,7 juta pada tahun ini, serta akan mengejar pendapatan US$ 4,9 miliar.
Untuk mendukung target sepanjang tahun 2018, Garuda Indonesia bermaksud kembali melakukan negosiasi ulang kontrak pesawat dengan mitra perusahaan manufaktur atau perusahaan yang menyewakan pesawat. Rencana perusahaan ini adalah merenegosiasi kontrak atas sembilan unit pesawat.
Garuda Indonesia mengaku, renegosiasi kontrak pesawat jitu mendukung efisiensi biaya. Tahun lalu, Garuda bisa menghemat US$ 100 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News