Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produksi nikel dalam matte PT Vale Indonesia Tbk mengalami penurunan, baik secara kuartalan maupun secara tahunan. Emiten dengan kode saham INCO ini melaporkan volume produksi 15.048 metrik ton (MT) nikel dalam matte pada triwulan kedua tahun 2021. Volume produksi ini menurun 1% dari produksi di kuartal pertama 2021 yang mencapai 15.198 MT.
Realisasi di kuartal kedua 2021 juga 20% lebih rendah dibandingkan volume produksi pada kuartal kedua tahun lalu yang mencapai 18.701 MT.
Dalam keterangannya di Bursa Efek Indonesia, Senin (19/7), manajemen INCO mengungkapkan penurunan produksi ini terutama disebabkan beberapa pemeliharaan terencana yang dilakukan di pabrik pengolahan.
Sementara itu, produksi sepanjang semester pertama 2021 tercatat sebesar 30.246 MT, lebih rendah 17% dibandingkan produksi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 36.315 MT nikel dalam matte.
Baca Juga: Volume produksi nikel Vale Indonesia (INCO) kuartal II-2021 capai 15.048 metrik ton
Ini artinya, realisasi produksi INCO sepanjang enam bulan pertama 2021 hanya mencerminkan 47,3% dari target produksi nikel INCO tahun ini, yang ditargetkan sebesar 64.000 MT.
Direktur Keuangan Vale Indonesia Bernardus Irmanto menyebut, produksi di semester pertama memang lebih rendah dibanding perkiraan. Sebab, terdapat beberapa unplanned maintenance yang terjadi di kuartal pertama.
“Kami berharap bisa berproduksi lebih banyak di semester kedua dan mencapai target produksi 64.000 ton,” terang Irmanto saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (20/7).
Seperti diketahui, Vale Indonesia telah memutuskan untuk memundurkan pembangunan ulang (rebuild) furnace 4 ke bulan November 2021.
Irmanto bilang, hal ini memberikan kesempatan bagi INCO untuk berproduksi lebih banyak dengan tetap memperhatikan keselamatan operasional.
Selain itu, semua pemeliharaan pabrik yang direncanakan telah diselesaikan di paruh pertama, sehingga availability dari proses pengolahan diharapkan juga tinggi.
Perkembangan smelter memoles prospek INCO
INCO bersama dua mitra kerja, yakni Taiyuan Iron & Steel (Grup) Co., Ltd (TISCO) dan Shandong Xinhai Technology Co., Ltd (Xinhai), telah menandatangani dokumen perjanjian kerangka kerjasama proyek untuk fasilitas pengolahan nikel Bahodopi pada akhir bulan lalu.
Ketiganya akan akan membentuk perusahaan patungan atau join venture (JV Co) untuk membangun delapan lini pengolahan feronikel rotary kiln-electric furnace.
Dalam enam bulan ke depan, Vale Indonesia dan mitra akan berusaha menyelesaikan semua persyaratan untuk mengambil keputusan investasi final atau final investment decision (FID). Waktu konstruksi maksimal 36 bulan dan diharapkan bisa lebih cepat.
Analis Ciptadana Sekuritas Thomas Radityo menyebut, kerjasama ini adalah progres yang signifikan untuk proyek smelter Bahodopi yang telah lama ditunggu-tunggu. Smelter ini direncanakan akan menghasilkan 73.000 metrik ton nikel per tahun dengan menggunakan teknologi tanur listrik rotary.
Harga nikel yang menjadi dagangan utama INCO juga diyakini masih cukup mentereng di sisa tahun ini. Salah satu pendorongnya adalah produksi baja nirkarat (stainless steel) di China.
Baca Juga: Harga nikel baik 13% sejak awal tahun, cermati rekomendasi saham ini
Produksi baja anti karat di Negeri Panda ini tercatat telah naik dari titik terendah sebesar 1,9 juta ton di Februari menjadi 2,3 juta ton di Mei 2021.
Di sisi lain, produksi nickel pig iron (NPI) China menurun secara signifikan sejak September 2020, yakni sebesar 38.900 ton, yang diakibatkan adanya larangan ekspor bijih nikel Indonesia dan penutupan tambang Filipina yang terjadi baru-baru ini.
Rusia juga berencana untuk mengenakan pajak ekspor nikel sebesar 15% untuk mengekang harga nikel domestik. Untuk diketahui, Rusia menyumbang 10% dari cadangan nikel global.
Bersama dengan larangan ekspor bijih nikel Indonesia, penutupan tambang di Filipina, serta aksi mogok kerja yang terjadi di tambang Vale Sudbury, hal ini akan memberikan sentimen positif terhadap harga nikel dalam jangka pendek.
“Kami mempertahankan asumsi harga nikel rata-rata 2021-2022 pada level US$ 17.000 per ton dan US$ 18.000 per ton,” tulis Thomas dalam riset, Rabu (14/7).
Ciptadana Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli saham INCO dengan target harga Rp 6.700 per saham. Namun, potensi downside rekomendasi ini di antaranya ketidakstabilan harga nikel, pelonggaran pembatasan ekspor bijih nikel oleh pemerintah, serta penundaan pembangunan kembali tungku (furnace) 4 yang berkepanjangan sehingga berdampak negatif pada volume produksi INCO.
Selanjutnya: Kemajuan proyek smelter memoles prospek Vale Indonesia (INCO)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News