kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Kebijakan moneter longgar memompa likuiditas dan mengangkat obligasi


Selasa, 29 Desember 2020 / 18:47 WIB
Kebijakan moneter longgar memompa likuiditas dan mengangkat obligasi
ILUSTRASI. Kebijakan moneter ultra longgar masih akan menurunkan yield obligasi di tahun depan.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah melewati kinerja yang apik pada tahun ini, kinerja obligasi pada tahun depan diperkirakan masih akan berada dalam tren positif. Asal tahu saja, secara year to date (ytd), kinerja obligasi negara yang tercermin dari INDOBEX Government Total Return tercatat tumbuh 14,74%. Sedangkan kinerja obligasi korporasi yang tercermin dari INDOBEX Corporate Total Return tercatat tumbuh 10,98% secara ytd.

Head of Economics Research Pefindo Fikri C Permana mengungkapkan, secara umum prospek pasar obligasi pada 2021 masih akan tetap positif. Salah satu faktor utama pendukungnya disebut Fikri berasal dari tren suku bunga rendah serta kebijakan ultra loose monetary. Kedua hal ini dinilai akan membuat yield obligasi bergerak turun lagi pada tahun depan.

“Di satu sisi risk appetite investor global terhadap emerging markets meningkat seiring yield di negara maju yang rendah. Akhirnya investor global akan mengalihkan dananya ke negara yang punya risiko terjaga dan yield menarik, Indonesia adalah salah satunya,” kata Fikri ketika dihubungi Kontan.co.id, Selasa (29/12).

Fikri menyebut, likuiditas tak hanya akan datang dari luar negeri tapi juga dari dalam negeri. Hal ini seiring dengan adanya pembentukan sovereign wealth fund (SWF) yang diperkirakan akan menambah likuiditas.

Baca Juga: Besaran stimulus yang diterima warga AS berpotensi bertambah, rupiah ikut menguat

Lebih lanjut, Fikri melihat fase pemulihan ekonomi justru berpeluang memberikan sentimen negatif baik ketika pemulihan berjalan sesuai harapan maupun ketika tidak sesuai harapan. Dia mencontohkan ketika pemulihan berjalan normal, maka likuiditas akan berkurang drastis.

Pertimbangannya adalah ketika pertumbuhan ekonomi baik, praktis perkreditan di perbankan akan kembali berjalan. Padahal, perbankan punya peran besar di SBN sebagai investor terbesar. Dengan keluarnya perbankan dari pasar obligasi, hal tersebut akan berpotensi menekan yield SBN.

Baca Juga: Mandiri Sekuritas: IHSG bisa menuju 6.850 di tahun depan



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×