Reporter: Aloysius Brama | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) menjawab pertanyaan publik mengenai kisruh yang berdampak pada status perusahaan menjadi lalai atau default. Dalam keterbukaan informasi yang dirilis Kamis (11/7) malam, KIJA membeberkan awal dari sengkarut tersebut. Namun Bursa Efek Indonesia (BEI) mengaku belum bisa mengambil keputusan apapun terkait kasus ini.
Semua bermula dari Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang diselenggarakan pada 26 Juni 2019 lalu. Salah satu mata acara tersebut adalah perubahan susunan anggota direksi dan anggota dewan komisaris.
Islamic Development Bank selaku pemilik 10,84% saham dan PT Imakotama Investindo (Imakotama) yang memiliki 6,3% saham KIJA mengusulkan mata acara tersebut. Saat acara berlangsung, perwakilan IDB dan Imakotama memberikan surat yang berisi usulan untuk mengangkat Sugiharto sebagai direktur utama dan Aries Liman sebagai komisaris.
Baca Juga: Dirut KIJA Soegiharto: Ancaman default KIJA tidak valid!
Disinilah sengkarut dimulai. Sebagaimana diatur dalam POJK nomor 33/POJK04/2014, seharusnya pergantian direksi harus melalui tahap evaluasi dari komite nominasi dan remunerasi atau KNR. KNR ini merupakan tugas dan wewenang yang dijalankan oleh Dewan Komisaris. Praktis, fungsi tersebut tak dapat dengan maksimal dijalankan lantaran usulan pergantian baru disampaikan saat rapat itu juga.
Entah, akhirnya pemungutan suara tetap dilakukan. Dalam rapat tersebut, usulan itu mendapat persetujuan sebanyak 52,11% dari para pemegang saham yang hadir. Kondisi tersebut membuat KIJA mengalami perubahan pengendalian.
Praktis KIJA harus melakukan buyback Senior Guaranteed Notes yang jatuh tempo tahun 2023. Hal itu tertera sebagai dasar covenant dalam section 4.12 Repurchase of Notes Upon a Change of Control. Nilai dari notes itu mencapai US$ 300 juta yang harus dibayarkan 30 hari setelah perubahan pengendalian dan harus dibayarkan dengan nilai 101%. Anak perusahaan KIJA di Amsterdam, Jababeka International B.V menjadi penerbit global bonds itu.
Dengan kondisi demikian ada beberapa skema yang bisa ditempuh oleh KIJA mulai dari menambah utang dan menerbitkan saham preferen, melakukan investasi atau membatasi pembayaran tertentu, menerbitkan atau menjual saham Entitas Anak, menjual aset hingga melakukan konsolidasi dan merger.
Melihat kondisi tersebut, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengaku belum bisa mengambil keputusan apapun.
Direktur penilaian perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menyebut pihaknya masih akan meminta penjelasan lagi dari KIJA.
“Penerbitan global bonds kan tidak di pengendali (yang sekarang), makanya kita minta inquiry,” jelas Nyoman kepada awak media, Jumat (12/7).
Nyoman juga mengaku masih akan mempelajari lagi informasi mengenai klausul penerbitan global bonds tersebut.
“Selain itu kita juga mau lihat bagaimana definisi pergantian pengendali ini apakah sesuai atau tidak. Hingga saat ini BEI masih melakukan suspensi terhadap saham KIJA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News