kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.476.000   8.000   0,54%
  • USD/IDR 15.855   57,00   0,36%
  • IDX 7.134   -26,98   -0,38%
  • KOMPAS100 1.094   -0,62   -0,06%
  • LQ45 868   -3,96   -0,45%
  • ISSI 217   0,66   0,31%
  • IDX30 444   -2,90   -0,65%
  • IDXHIDIV20 536   -4,36   -0,81%
  • IDX80 126   -0,06   -0,05%
  • IDXV30 134   -2,14   -1,58%
  • IDXQ30 148   -1,23   -0,83%

Kapan suatu saham layak stock split?


Rabu, 20 Maret 2013 / 16:31 WIB
Kapan suatu saham layak stock split?
ILUSTRASI. Warga berjalan melalui Stasiun Waterloo di tengah pandemi COVID-19 di London, Inggris, 19 Juli 2021. Delta AY.4.2, mutasi varian Delta yang sedang mengamuk di Inggris. REUTERS/Peter Nicholls


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji aturan yang mewajibkan saham-saham mahal untuk memecah nominalnya atau melakukan stock split. Kebijakan ini bertujuan agar saham-saham yang saat ini harganya sudah terlalu tinggi, kembali terjangkau oleh investor yang bermodal pas-pasan.

Selain itu, dengan semakin banyaknya jumlah saham yang diperdagangkan (likuid), diharapkan pasar akan semakin ramai. Peluang untuk mendapatkan keuntungan (gain) tinggi juga kembali terbuka.

Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo menilai, ada dua faktor utama yang dapat mendorong dilakukannya stock split. Pertama, harga saham sudah terlalu mahal. Pria yang akrab disapa Tomi ini menjelaskan, sebenarnya stock split tepat dilakukan untuk harga saham dengan kisaran harga Rp 500 hingga Rp 25.000.

"Apalagi jika harga saham sudah di atas Rp 25.000. Stock split tepat dilakukan karena dapat meningkatkan volume transaksi," kata Satrio kepada KONTAN.

Kedua, jika saham yang beredar di market terlampau sedikit. Penjelasannya begini. Jika ada pertanyaan, apakah stock split tepat dilakukan pada saham yang harganya Rp 500 atau tidak, jawabannya adalah tergantung dari jumlah saham yang beredar di market. Menurut Satrio, stock split bisa saja dilakukan untuk saham ini.

Namun, "Jika saham yang beredar di bawah 10% atau single digit, saya melihat tidak ada urgensi melakukan stock split," imbuhnya. Dia malah menyarankan agar emiten tersebut melakukan refloating atau menambah jumlah saham yang beredar di pasar.

Nah lain halnya jika saham yang beredar di atas 20%, maka pergerakan harga sudah ditentukan oleh pasar, bukan market maker. "Dengan demikian, tidak masalah jika emiten yang harga sahamnya Rp 500 tersebut melakukan stock split," paparnya.

Sementara, analis pasar modal dari Trust Securities Reza Priyambada menambahkan, langkah stock split utamanya dilakukan karena kemauan emiten itu sendiri. Selain itu, stock split dilakukan apabila terdapat minat yang besar dari pelaku pasar terhadap emiten tersebut. Karena itu, Reza menilai, akan sangat sulit jika OJK ingin menentukan indikator sebuah saham layak untuk melakukan stock split.

Namun, langkah ini sebenarnya tidak berpengaruh banyak terhadap kinerja emiten tersebut. Reza menilai, stock split hanya berpengaruh terhadap brand awarness dari sebuah emiten.

"Tidak ada pengaruh secara langsung kepada kinerja fundamental bagi emiten yang melakukan stock split," ungkap Reza.

Reza berpendapat, saham-saham emiten yang layak melakukan stock split diantaranya adalah emiten SMGR, INTP, ITMG, PTBA, ROTI, UNVR, MLBI, dan DLTA. Saham emiten tersebut, kata Reza, merupakan saham emiten yang pergerakannya sudah aktif, sehingga bisa diperdagangkan lebih aktif lagi.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek)

[X]
×