Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - Di tengah penurunan daya beli masyarakat, kinerja PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) hanya naik tipis. Dalam enam bulan pertama tahun ini, pendapatan emiten farmasi ini hanya tumbuh single digit.
Sepanjang semester I-2017, penjualan KLBF tercatat mencapai Rp 10,07 triliun, terkerek 5,35% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara laba bersih perusahaan pun hanya naik 6,11% dari Rp 1,15 triliun menjadi Rp 1,22 triliun di akhir Juni lalu.
Walaupun kenaikannya mini, Analis BNI Securities Dessy Lapagu menjelaskan, sektor farmasi sebenarnya cukup bertahan terhadap penurunan daya beli masyarakat. Sehingga kinerja KLBF masih dapat dinilai positif.
Analis NH Korindo Sekuritas Joni Wintarja menambahkan, kenaikan penjualan perusahaan didorong keperkasaan beberapa lini bisnis. Yang paling tinggi kenaikannya adalah bisnis makanan nutrisi dan bisnis consumer health. Kedua lini usaha tersebut mencetak kenaikan masing-masing 7%.
Sedangkan lini usaha resep obat hanya melonjak 4%. Hanya saja, penjualan segmen bisnis distribusi dan pengepakan terkikis sekitar 3%.
Porsi cost of goods sold (COGS) sejatinya meningkat jadi 51,3% pada kuartal II-2017 lalu, dari sebelumnya cuma 50,7%. Meski begitu, laba bersih KLBF tetap naik 8% jadi Rp 628 miliar. "Hal ini didorong penurunan sebagian biaya operasi terhadap penjualan yang menjadi 32,8% di kuartal dua," kata Joni, Rabu (27/9).
Dessy juga menyebut kinerja KLBF tertolong oleh program efisiensi. Perusahaan farmasi ini sukses menekan pengeluaran untuk bahan baku. "Apalagi biaya bahan baku tergantung pada impor dan posisi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS," tutur dia.
Prospek KLBF
Ke depan, kinerja KLBF diprediksi bakal lebih mumpuni. Sebab, pemerintah semakin fokus mengedukasi masyarakat untuk lebih sadar terhadap kesehatan dan produk pengobatan. Selama ini, masih banyak masyarakat yang belum melek kesehatan.
Joni menyebut, paling tidak ada tiga faktor yang menopang kenaikan penjualan KLBF. Pertama, kesadaran masyarakat terhadap kesehatan semakin tinggi. Kedua, masyarakat golongan ekonomi menengah atas tumbuh.
Ketiga, adanya tambahan penjualan dari pabrik biosimiliar KLBF yang akan mulai beroperasi tahun depan. Asal tahu saja, ini adalah pabrik biosimiliar pertama yang ada di Indonesia.
KLBF juga bisa menggenjot pendapatan dari kebiasaan masyarakat Indonesia yang menyukai minuman dalam kemasan. "Saat ini, KLBF sedang menggarap minuman kemasan," ujar Joni.
Nah, dengan kinerja yang sudah positif, kini pekerjaan rumah bagi KLBF tinggal membangun dan menjaga brand image sebagai perusahaan sektor kesehatan yang terdepan.
Selain itu, menurut Dessy, KLBF dapat mulai lebih serius menggarap bisnis pada pasar hilir. "Hal ini bisa cukup baik untuk mendongkrak penjualan, sehingga KLBF tidak hanya mengandalkan penjualan dari rumah sakit atau apotek," kata Dessy.
Contohnya, KLBF bisa membuka outlet Kalcare di area pusat perbelanjaan agar masyarakat lebih mengenal produk KLBF. Tak kalah penting, inovasi produk juga harus terus dikembangkan.
Selain itu, perusahaan ini juga mesti mewaspadai tantangan dari fluktuasi nilai tukar rupiah. Maklum, sebagian besar bahan baku KLBF adalah barang impor yang rentan pada nilai kurs.
Karena itu, Dessy memprediksi pendapatan KLBF mencapai Rp 21 triliun di akhir 2017. Sementara laba bersih diperkirakan mencapai Rp 2,4 triliun. Dessy merekomendasikan buy dengan target harga Rp 1.800 per saham.
Joni juga merekomendasikan buy bagi KLBF dengan target harga Rp 2.020 per saham. Filbert Anson, Analis Kresna Sekuritas, juga memasang rekomendasi buy untuk saham KLBF. Dalam riset 3 Agustus lalu, Filbert mematok target harga KLBF di Rp 1.900 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News