Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja keuangan kuartal pertama sejumlah emiten tambang batubara terpapar adanya penurunan harga batubara. Selain menjalankan strategi dengan menekan biaya produksi atau efisiensi, beberapa dari mereka meningkatkan produksi batubara kalori tinggi.
Salah satunya PT Bukit Asam Tbk, Sekretaris Bukit Asam Suherman menyampaikan, emiten berkode saham PTBA, anggota indeks Kompas100 ini memasang target penjualan batubara kalori tinggi atau high calorie value (HCV) sebesar 3,9 juta ton. Sepanjang periode Januari hingga April 2019, PTBA menjual batubara kalori tinggi mencapai 526.000 ton.
Ia menyebut sebagian besar dari target penjualan HCV 3,9 juta tahun ini sudah menggenggam kontrak jual beli.
“Market utama batubara kalori tinggi PTBA seperti Jepang, Filipina, Malaysia, Sri Lanka, dan juga dalam negeri. Buyernya sebagian besar Jepang dan Filipina,” ungkapnya pada Kontan.co.id, Sabtu (18/5).
PTBA memulai pengembangan tambang HCV PTBA sejak pertengahan tahun lalu. Saat ini, sambungnya, PTBA fokus pada optimalisasi dari cadangan tambang eksisting mengingat jumlah sumber daya dan cadangan tertambang batubara yang dimiliki PTBA masih cukup besar.
“Namun tidak tertutup kemungkinan untuk menambah cadangan, jika ada sumber lain yang prospektif dan ekonomis,” imbuhnya.
Mengenai cadangan tertambang untuk batubara HCV PTBA mencapai 3% dari total cadangan tertambang PTBA.
“Hingga bulan April 2019, porsi penjualan batubara HCV PTBA telah mencapai lebih dari 6% terhadap total penjualan batubara PTBA,” ujar Suherman.
PTBA mengantongi pendapatan sebesar Rp 5,34 triliun sepanjang kuartal pertama tahun ini, turun 7,1% dari tahun sebelumnya sebesar Rp 5,75 triliun.
Laba bersih PTBA ini sepanjang kuartal 1 2019 sebanyak Rp 1,14 triliun 21,4% year on year (yoy) jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar Rp 1,45 triliun.
Selain PTBA, PT United Tractors Tbk meningkatkan target volume produksi batubara pada tahun ini. Sekretaris United Tractors, Sara K. Loebis menyampaikan dari 3 konsesi milik emiten berkode saham UNTR, anggota indeks Kompas100 ini, dua di antaranya memproduksi thermal coal dengan kalori tinggi, dan satu produksi coking coal.
“Penjualan tahun lalu sekitar 5.5 juta ton, target tahun ini sekitar 7 juta ton belum termasuk offtakes,” tuturnya pada Kontan, Minggu (19/5).
Sampai kuartal pertama tahun ini, mereka sudah memproduksi thermal coal sebanyak 2,24 juta ton. Sementara untuk produksi batubara kokas 325.000 ton.
Dalam berita Kontan sebelumnya menyebutkan beberapa anak usaha UNTR yang bergerak di bisnis pertambangan seperti PT Tuah Turangga Agung (TTA), operasional tambang dijalankan di bawah manajemen PT Asmin Bara Baronang (ABB), PT Telen Orbit Prima (TOP) dan PT Suprabari Mapanindo Mineral (SMM).
TTA memproduksi batubara kalori di atas 6.000 ckal/kg. Sayangnya ia enggan menyampaikan harga jual batubara mereka saat ini.
Adapun penjualan batubara kalori tinggi mereka ke luar negeri, seperti Jepang. Ia bilang, salah satu keuntungan memproduksi batubara kalori tinggi adalah harga jual batubara yang lebih tinggi.
Sedangkan, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) melalui anak usaha PT Arutmin Indonesia membidik batubara kalori tinggi sebesar 9 juta ton, ketimbang tahun lalu sebesar 5 juta ton. Selain Arutmin, anak usaha lainnya PT Kaltim Prima Coal juga memproduksi batubara kalori tinggi.
“Kami berharap untuk menghasilkan 30% batubara berkalori tinggi dan 70% batubara sedang atau rendah dari total target produksi 88-90 juta ton,” katanya, Minggu (19/5).
Pada periode Januari hingga Maret 2019, emiten berkode saham BUMI ini mengantongi pendapatan sebesar US$ 234,16 juta menyusut 24,58% dari periode yang sama tahun 2018 US$ 310,47 juta.
Laba yang dapat diatribusikan pada entitas induk juga turun 46,27% menjadi US$ 48,44 juta, padahal periode yang sama tahun sebelumnya US$ 90,16 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News