kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Juragan nikel dibayangi penurunan harga nikel


Rabu, 05 Oktober 2011 / 07:20 WIB
Juragan nikel dibayangi penurunan harga nikel
ILUSTRASI. Wall Street akhir reli setelah data klaim pengangguran melonjak


Reporter: Albertus M. Prestianta | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Ongkos produksi PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO) bakal lebih murah. Penyelesaian Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Karebbe ternyata lebih cepat dari jadwal semula. Pembangkit senilai US$ 410 juta itu kini siap beroperasi.

Analis memiliki hitungan yang berbeda tentang kontribusi pembangkit listrik keempat INCO itu. Dalam hitungan Adrian Tanuwijaya, Analis Trimegah Securities, Karebbe menyumbang listrik hingga 90 Megawatt (MW) hingga total kapasitas listrik INCO menjadi 440 MW.

Hitungan Ananita Mieke, Analis Danareksa Sekuritas, Karebbe akan menaikkan kapasitas produksi listrik INCO sebesar 25% menjadi 365 MW.

Baik Adrian maupun Mieke sepakat, pengoperasian Karebbe akan menekan biaya operasi INCO. Prediksi Ardian, Karebbe memungkinkan INCO menekan biaya produksi di tahun depan lebih kecil 15%-20% daripada tahun ini. Biaya produksi nikel INCO di 2012, menurut hitungan Mieke, berkisar US$ 279,80 per metrik ton (MT).

Agenda ekspansi INCO selain Karebbe adalah membangun jalan sejauh 180 kilometer (km) yang menghubungkan Sorowako dengan Bahodopi. INCO saat ini masih menggelar studi kelayakan pembangunan pabrik pemurnian nikel di Bahodopi.

Ada juga agenda pembukaan fasilitas pengolahan nikel di daerah Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Rencana ekspansi ini semula dijadwalkan berlangsung sejak 2009.

Risiko meningkat

Tentu, tidak semua agenda ekspansi itu bisa berjalan lancar. Ambil contoh proyek Pomalaa yang tertunda selama dua tahun karena hasil studi kelayakan yang meragukan.

Kendala lain yang harus dihadapi INCO akhir-akhir ini adalah perubahan pengelola serta penurunan harga komoditas di pasar internasional.
Memang, INCO sudah menyatakan pergantian top management, termasuk direktur utama, tidak akan mempengaruhi rencana ekspansi yang sudah disusun. Alasan INCO, seluruh rencana kerja sudah mendapat persetujuan dari para pemegang saham.

Sedang tren harga nikel saat ini tak lepas dari iklim ekonomi global. Menurut Willinoy Sitorus, analis OSK Nusadana Securities, penurunan harga nikel di London Metal Exchange (LME) akan menggerus rata-rata harga jual alias average selling price (ASP) INCO untuk kuartal III-2011. Selama kuartal II-2011, harga rata-rata nikel di LME adalah US$ 20.852 per ton. Sedangkan rata-rata harga nikel year-to-date US$ 24.801 per ton.

Penurunan harga di London merupakan alasan Willinoy merevisi ASP INCO untuk tahun ini dari US$ 25.000 per ton jadi US$ 24.000 per ton.

Willinoy juga merevisi asumsi persepsi risiko INCO dari 1.0 menjadi 1.3 sekaligus menaikkan Weighted Average Cost of Capital (WACC) dari 12,7% menjadi 13,4%. Willinoy merekomendasi trading buy untuk INCO dengan target harga Rp 4.400 per saham.

Sedang Adrian memberi rekomendasi buy dengan target harga Rp 5.000 per saham. Mieke juga memasang rekomendasi buy dengan target harga Rp 4.375 per saham. Target itu mencerminkan asumsi Price to Earning Ratio 2011 dan 2012 masing-masing 5,6 kali dan 5,3 kali.

Harga INCO, Selasa (4/10), turun 7,14% menjadi Rp 2.600 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×